Dari total anggaran tersebut, per Juli 2020 baru terealisasi sebesar Rp. 171,9 atau sebesar 7,33% dari total alokasi.
Dari rincian tersebut diketahui pemerintah mengalokasikan anggaran JPS untuk kebutuhan sembako, penyediaan aplikasi bahkan alokasi anggaran untuk instansi vertikal.
“Dari rincian kegiatan tersebut pula, dapat disimpulkan Pemerintah Aceh tidak responsif menjawab permasalahan di lapangan,” jelasnya.
Dilatarbelakangi berbagai masalah, bahkan bantuan sembako Pemerintah Aceh sempat ditolak di beberapa wilayah. Fakta ini menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah Aceh merencakanan penanganan dampak covid-19 dengan baik.
Kondisi ini diperparah sikap Pemeritah Aceh yang tidak transparan dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran kebutuhan penanganan dampak covid-19 di Aceh.
Berdasarkan fakta tersebut Masyarakat Transparansi Aceh mendesak Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh untuk segera mempublikasikan rincian program dan anggaran penanganan dampak covid-19 di Aceh.
Selain untuk menghindari tumpang-tindih dalam penanganan, membuka informasi ini juga untuk memberi ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan saran/pendapat dalam penyusunan program, anggaran hingga kelompok sasar dalam penanganan pandemi ini.
“Jika hal ini tak dilakukan, jangan terus menyalahkan masyarakat yang tidak patuh/percaya pada langkah-langkah yang dilakukan pemerintah karena pada kenyataannya Pemerintah sendiri yang tidak mau terbuka kepada masyarakat,” ujarnya.
Kedua, mendesak DPRA/DPRK -dengan segala kewenangan yang dimiliki untuk dapat maksimal melakukan pengawasan serta “memaksa” pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota- mempublikasikan rincian alokasi dan realisasi program/kegiatan penanganan dampak covid-19 di Aceh. (IA)