Banda Aceh — Pencopotan secara mendadak 7 pejabat struktural eselon II di lingkungan Pemerintah Aceh yang dilakukan oleh Gubernur Aceh Nova Iriansyah dua hari lalu terus menuai kritik dari sejumlah kalangan.
Pengamat Kebijakan Publik Aceh, Dr. Nasrul Zaman ST M.Kes menilai, tindakan pencopotan pejabat tanpa ada ada penggantinya dan hanya menunjuk pejabat lainnya sebagai pelaksana tugas sehingga terjadi rangkap jabatan, merupakan cerminan pengelolaan manajemen pemerintahan yang amburadul menabrak etika dan regulasi yang ada.
Dalam hal ini Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yang mendorong keterlibatan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pengangkatan dan mutasi pejabat eselon II di jajaran pemerintahan daerah.
“Secara etik, pola pencopotan mendadak ini merupakan aksi yang tidak mendidik untuk mendorong ASN yang profesional dan akuntabel dan lebih mengedepankan manajemen atasan semau gue,” ujar Nasrul Zaman dalam keterangannya, Rabu (6/1).
Menurutnya, selain merugikan ASN yang bersangkutan juga akan membuat keengganan ASN lain menduduki jabatan tersebut yang pada akhirnya pemerintahan tidak mampu melahirkan inovasi dan kreativitas.
Dalam hal bertentangan dengan regulasi, setiap mutasi dan pengangkatan pejabat eselon II ASN pemerintah seharusnya berkordinasi lebih dulu dengan BKN secara surat dan diberikan waktu 25 hari untuk menanggapinya hingga keluarnya rekomendasi dan tanggapan BKN terhadap kebijakan pengangkatan dan mutasi pejabat eselon II dimaksud.
Terutama Bab II UU ASN Nomor 5 tahun 2014 tentang Asas, Prinsip, Nilai Dasar serta Kode Etik dan Kode Perilaku.
“Pencopotan pejabat eselon II di tengah jalan seyogianya harus dimulai dengan ukuran nilai perolehan penilaian kinerjanya, tidak boleh sekonyong konyong dan serampangan yang mencerminkan arogansi kekuasaan kepala daerah,” terangnya.
Pencopotan yang terjadi saat ini juga menunjukkan kalau pergantian ini lebih pada nuansa like and dislike karena tidak secara langsung disiapkan pengganti definitifnya.
“Kita berharap, untuk mencapai profesionalisme ASN dan good governance maka Gubernur Aceh seharusnya melakukan pembinaan dan “warning” lebih dulu terhadap pejabat eselon II yang tidak memenuhi capaian kinerja,” tambahnya.
Sehingga setiap pemberhentian dan mutasi eselon II di jajaran Pemrintah Aceh berlangsung dengan transparan dan terukur. (IA)