Pengantin Berkuda, Tradisi Unik dari Suku Alas Aceh Tenggara
BANDA ACEH – Pengantin berkuda menjadi salah satu budaya unik di Kabupaten Aceh Tenggara. Tradisi ini masih diterapkan oleh masyarakat di sana saat upacara adat perkawinan.
Pada momen Pawai Budaya di Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 yang digelar sejak 4-12 November 2023, adat pengantin berkuda asal Kutacane itu menyita perhatian pengunjung.
Pengantin wanita dengan baju adat pengantin khas Aceh Tenggara menunggang kuda. Sementara pengantin pria ikut mendampingi.
Kepala Bidang Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Tenggara Andin menjelaskan adat pengantin berkuda ini merupakan budaya suku Alas yang identik dengan mayoritas warga Aceh Tenggara.
“Ini menjadi tradisi yang wajib dilakukan saat upacara adat perkawinan di Kabupaten Aceh Tenggara,” kata Andin ditemui di anjungan Aceh Tenggara, Taman Sultanah Safiatuddin, Banda Aceh, Sabtu, 11 November 2023.
Dalam upacara adat perkawinan di Aceh Tenggara, pengantin berkuda menjadi salah satu bagian penting dari upacara adat perkawinan. Biasanya pengantin berangkat dari rumah untuk menuju ke kediaman mempelai pria dengan menggunakan kuda.
“Kuda ini melambangkan sebagai alat transportasi yang digunakan masyarakat Alas sejak dahulu,” ujar Andin.
Saat prosesi penghantar, pengantin wanita menunggang kuda yang turut didampingi oleh paman sang dara baro. Selain itu, anggota keluarga dan masyarakat juga ikut menyertainya.
Jika di wilayah timur atau pesisir Aceh, kegiatan ini lebih dikenal dengan sebutan intat dara baro.
“Jadi setiba di rumah pengantin pria, rombongan mempelai wanita akan disambut oleh keluarga dan tokoh adat setempat, setelah itu baru dipersilahkan masuk ke dalam rumah,” jelasnya.
Andin menyebut keunikan dari pengantin berkuda ini hanya dilakukan oleh mempelai wanita. Sedangkan mempelai pria tidak menaiki kuda. Filosofi dari pengantin berkuda ini sendiri untuk menyampaikan pesan bahwa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Alas menjunjung tinggi untuk memuliakan kaum wanita.
“Memuliakan wanita adalah bagian dari budaya kita masyarakat Aceh dan sudah sesuai dengan ajaran syariat,” tutur Andin.