Perintah Bupati Diabaikan, PT PSU dan KSU Tiega Manggis Masih Lakukan Aktivitas Tambang Bijih Besi
Tapaktuan, Infoaceh.net — Aktivitas pertambangan bijih besi di lokasi Izin Usaha Produksi (IUP) KSU Tiega Manggis dan kegiatan pengangkutan oleh PT Pinang Sejati Utama (PSU) di Desa Simpang Tiga, Kluet Tengah, Aceh Selatan, kembali menuai sorotan.
Meski telah diperintahkan untuk menghentikan sementara kegiatan oleh Bupati Aceh Selatan melalui surat bernomor 540/790 tertanggal 21 Juli 2025, kedua entitas tersebut disinyalir tetap melanjutkan aktivitas pada 24 Juli 2025, sebagaimana terlihat dalam video yang beredar di masyarakat.
Koordinator Kaukus Pemuda Peduli Aceh Selatan (KP2AS), Rusdiman, mengecam keras sikap perusahaan yang dinilai mengabaikan otoritas pemerintah daerah.
“Ini bukti nyata bahwa KSU Tiega Manggis dan PT PSU tidak memiliki itikad baik. Mereka justru sepenuhnya mengabaikan keberadaan pemerintah daerah,” tegas Rusdiman, Jumat (25/7).
Menurut Rusdiman, berdasarkan Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2017 jo. Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, perusahaan pemegang IUP wajib memberikan ganti rugi kepada warga terdampak, melakukan pemberdayaan masyarakat lokal, serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL).
Namun kenyataannya, kata dia, kehadiran kedua perusahaan justru menimbulkan konflik sosial berkepanjangan tanpa memberikan manfaat berarti bagi masyarakat sekitar.
“Bupati Aceh Selatan sudah bertindak sesuai kewenangan dengan menerbitkan surat penghentian sementara. Tapi ironisnya, perintah tersebut diabaikan. Ini pelanggaran serius,” tambah Rusdiman.
KP2AS juga menyoroti persoalan legalitas izin yang digunakan. Berdasarkan catatan mereka, izin operasi produksi yang digunakan KSU Tiega Manggis saat ini adalah IUP Nomor 540/DPMPTSP/1687/IUP-OP1./2020 tanggal 11 Juni 2020.
Padahal, izin tersebut sempat dicabut oleh pemerintah pusat melalui surat bernomor 20220405-01-81700 tertanggal 5 April 2022.
“Ini menimbulkan pertanyaan serius terkait keabsahan izin yang dipakai KSU saat ini. Jika izin tersebut sudah dicabut tapi masih digunakan, tentu ada dugaan pelanggaran hukum,” ujar Rusdiman.
Sementara PT Pinang Sejati Utama hingga 23 Juli 2025 disebut belum mengantongi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang asli.
Dokumen tersebut masih ditahan oleh pihak konsultan penyusun, PT Indotama Adya Consultant.
“Operasi tanpa dokumen AMDAL yang sah jelas melanggar PP Nomor 22 Tahun 2021. Anehnya, perusahaan tetap beroperasi. Ini mengindikasikan adanya permainan dalam proses perizinan,” ungkapnya.
Rusdiman menyinggung dugaan adanya aktivitas pengolahan emas secara ilegal di lokasi seluas 200 hektare di Kecamatan Kluet Tengah, serta konflik sosial yang terus memburuk akibat tidak adanya komitmen perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
Atas berbagai temuan dan polemik tersebut, KP2AS mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan untuk bertindak tegas.
“Kami meminta Pemkab segera mengevaluasi dan tidak segan-segan mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin terhadap KSU Tiega Manggis dan PT PSU demi kepentingan masyarakat, lingkungan, dan hukum,” pungkasnya.