PRIDE Dorong Polisi Cyber Syariah Awasi Konten Live TikTok di Aceh
Banda Aceh, Infoaceh.net – Perkumpulan Rakyat Inisiatif Daerah untuk Empowerment (PRIDE) Aceh menyuarakan keprihatinan atas maraknya fenomena live TikTok di kalangan masyarakat Aceh, terutama di kalangan perempuan, mulai dari remaja hingga ibu rumah tangga.
Banyak di antaranya tampil berjoget, berbicara kasar, bahkan membicarakan hal-hal yang menjurus ke arah seksual demi meraih perhatian dan hadiah digital (gift) dari para pengikutnya.
Ketua PRIDE Aceh, Mulyadi, menegaskan fenomena tersebut telah merusak marwah Aceh sebagai daerah yang menegakkan Syariat Islam.
“Ruang digital yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal produktif justru dipakai untuk mempertontonkan perilaku yang jauh dari nilai-nilai Islam. Fenomena ini jelas mengancam generasi muda kita, karena media sosial adalah ruang yang paling sering diakses oleh anak-anak hingga orang dewasa,” tegas Mulyadi dalam pernyataannya, Ahad (21/9/2025).
Mulyadi bahkan menyebut para Tiktoker yang dengan sadar mempertontonkan aurat, berjoget erotis, dan mengeluarkan kata-kata kasar di ruang publik digital sebagai penjahat moral.
“Mereka adalah perusak generasi muda, karena konten seperti itu ditonton ribuan orang setiap hari. Efeknya sangat besar dalam merusak pola pikir dan akhlak anak-anak kita,” ujarnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan signifikan penggunaan internet di Aceh. Pada 2017, hanya 22,86 persen masyarakat yang mengakses internet.
Angka itu terus naik menjadi 30,69 persen pada 2018, kemudian 35,60 persen pada 2019. Bahkan pada 2020, jumlah pengguna internet di Aceh mencapai 3,7 juta orang.
Menurut Mulyadi, fakta ini membuktikan betapa kuat pengaruh media sosial dalam membentuk perilaku masyarakat.
Karena itu, ia menilai perlu ada regulasi khusus yang mengatur aktivitas digital agar tidak bertentangan dengan syariat.
PRIDE Aceh mendorong Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk segera merumuskan qanun terkait tata kelola media sosial.
Namun sebelum ada aturan tersebut, Mulyadi menilai Gubernur Aceh dapat mengeluarkan surat edaran sementara sebagai upaya awal mengingatkan masyarakat agar lebih bijak bermedsos.
Selain itu, PRIDE meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) RI mendukung langkah tersebut dengan memperkuat pengawasan.
Menurut data yang pernah diungkap Menteri Komdigi, Meutya Hafid, sebanyak 80 persen orang tua tidak mengetahui aktivitas digital anak-anaknya.
“Jangan sampai anak-anak yang di luar rumah terlihat sopan, tapi di dalam kamar justru nakal di media sosial. Orang tua harus semakin waspada,” jelas Mulyadi.
Usulan Polisi Cyber Syariah
Lebih jauh, PRIDE menekankan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah Aceh, DPRA, aparat penegak syariat, dan Kemkomdigi dalam menjaga ruang digital masyarakat Aceh.
Salah satu usulan konkret adalah pembentukan Polisi Cyber Syariah yang secara khusus memantau dan menindak aktivitas di media sosial.
“Siapa pun yang kedapatan berbusana tidak sopan, berbicara kasar, atau melakukan aktivitas yang bertentangan dengan syariat dalam live, akunnya harus segera ditindak atau di-take down. Ini demi menjaga marwah Aceh dan melindungi generasi penerus dari kerusakan moral,” pungkasnya.