BANDA ACEH — Rektor Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh mulai melakukan pembongkaran secara paksa delapan rumah dinas dosen di Sektor Timur Kopelma Darussalam, dengan mengeluarkan barang-barang dari dalam dan penghuninya, Senin (1/11).
Dalam proses pembongkaran, Rektor USK mengerahkan Polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Polisi dan Satpol PP lansung datang ke delapan rumah tersebut dan melakukan pembongkaran.
Sejumlah barang dari delapan rumah tersebut sudah diangkut keluar oleh Satpol PP. Namun, pemilik mengaku tidak tahu mau membawa kemana barang yang dikeluarkan secara paksa tersebut.
Dilaporkan, upaya pembongkaran paksa sejumlah rumah dinas dosen di sektor timur Kopelma Darussalam itu sempat terjadi kericuhan.
Penghuni 8 unit rumah dinas dosen tersebut memberikan perlawanan dan tidak bersedia mengosongkan rumah yang sudah lama mereka tempati
Pihak USK kabarnya tidak terlebih dahulu menberikan info kepada pemilik rumah dan langsung melakukan pengosongan.
“Ini pemaksaan dan tak sesuai prosedur,” kata Ketua Forum Warga Kopelma Darussalam, Dr Otto Syamsuddin yang juga Wakil Ketua Alumni Lemhanas Provinsi Aceh dan sejumlah penghuni rumah lainnya yang menolak aksi paksa aparat.
Akibat pembongkaran secara paksa tersebut, sehingga terjadi saling dorong antara pemilik rumah dengan aparat. Bahkan, DR Otto Syamsudin, juga mantan Ketua Komnas HAM RI ikut diseret aparat.
Kendati mendapatkan perlawanan dari penghuni rumah, aksi pembongkaran paksa tetap dilakukan Satpol PP dengan mengeluarkan barang di dalam rumah ke luar.
Kebijakan mengosongkan delapan unit rumah dinas dosen itu dilakukan pihak Rektorat USK yang akan membangun gedung FKIP.
Sementara itu, barang milik delapan rumah dosen itu diletakkan di pinggir jalan depan rumah warga yang dikosongkan.
Ketua Forum Warga Kopelma Darussalam, Dr Otto Syamsuddin Ishak mengatakan, kebijakan pihak Rektorat USK dalam proses pengusuran delapan rumah ini diduga sarat kepentingan Rektor semata.
Seharusnya dimasa akhir masa jabatannya memberikan yang terbaik, bukannya mementingkan egosentrisnya saja.
“Anda (Rektor) terlahir sebagai Akademisi yang bekerja di USK, ada historis sejarah kelahiran Kopelma Darussalam, Anda tidak menghormati kebijakan-kebijakan yang telah diputuskan oleh pemimpin-pemimpin Aceh terdahulu maupun saat ini,” tegas Otto.
Sejauh saat ini, Otto bersama warga menolak penggusuran bangunan delapan rumah warga Kopelma, karena secara adab maupun nomenklaturnya juga tidak kuat terkait pengusuran tersebut. (IA)