Revisi UUPA 2025: Warisan Tiga Presiden Perkuat Damai dan Otonomi Aceh
BANDA ACEH, Infoaceh.net — Revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) tahun 2025 dinilai sebagai hasil kesinambungan politik nasional yang melibatkan tiga Presiden Republik Indonesia, menjadikannya sebagai warisan bersama dalam menjaga dan memperkuat perdamaian serta otonomi Aceh.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Teuku Kamaruzzaman dalam keterangannya kepada media pada Jumat, 25 Juli 2025.
Menurut Kamaruzzaman—yang akrab disapa Ampon Man—proses revisi UUPA merupakan bagian dari perjalanan panjang sejak reformasi, yang berpijak pada momentum bersejarah perjanjian damai Helsinki pada 15 Agustus 2005 antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“RUU-PA pertama kali dirancang pada 2005/2006 sebagai implementasi langsung dari MoU Helsinki. Perjanjian itu menjadi titik balik penting bagi Aceh, yang mengatur aspek keamanan, reintegrasi, kewenangan daerah, hingga pembagian pendapatan,” ujar Ampon Man.
Ia menyebut, keberhasilan damai Aceh tidak lepas dari peran Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang saat itu menjadi arsitek utama perdamaian Aceh pasca-konflik berkepanjangan.
Lebih jauh, ia menjelaskan fondasi otonomi khusus Aceh sebenarnya telah diletakkan sejak masa Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001.
UU tersebut mengatur tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, termasuk alokasi Dana Otsus sebesar dua persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional selama 20 tahun.
“RUU-PA saat itu juga disusun dengan masukan dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Aceh, DPRA, dan Forum Rektor Aceh, merujuk langsung pada kerangka hukum UU Otsus yang telah ada,” ungkapnya.
Adapun draf revisi terbaru UUPA yang diajukan pada 2025 kini memuat sejumlah poin strategis, di antaranya: perpanjangan masa Dana Otonomi Khusus, penguatan kewenangan daerah, serta pembaruan skema pembagian pendapatan antara pusat dan daerah. Draf ini telah diserahkan kepada Badan Legislasi dan Komisi II DPR RI.
“Jika revisi ini disahkan menjadi undang-undang pada tahun ini, maka Presiden Prabowo Subianto akan tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang turut mengukir legacy penting untuk Aceh, berupa penguatan otonomi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Ampon Man.
Pemerintah Aceh juga menyampaikan apresiasi atas kunjungan dan komitmen pimpinan serta anggota Komisi II DPR RI yang telah hadir dalam forum dialog bersama Pemerintah Aceh, DPR Aceh, dan para kepala daerah se-Aceh di Kantor Gubernur Aceh.
“Atas nama Pemerintah dan rakyat Aceh, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan Komisi II DPR RI mendengar langsung dan berkomitmen memperjuangkan aspirasi rakyat Aceh di tingkat nasional,” tutupnya.