‘Mandi tak nyaman, tidur was-was’
Kondisi kamar-kamar tidur untuk santriwati di Dayah Ta’alimil Mubtadi tampak memprihatinkan. Tujuh kamar yang terletak berdempetan dan bercat warna hijau itu dipisahkan dengan dinding kayu yang sudah bolong-bolong.
“Ada rayap, banyak papan yang sudah robek,” kata Aulia Zikri, santriwati yang sudah satu tahun mondok di Ta’alimil Mubtadi.
Atap kamar tempat mereka tidur bersama yang terbuat dari seng telah bocor di sana-sini.
“Tak nyaman, kalau hujan bocor. Tapi karena kita kan berniat untuk mencari ilmu, ya kita nikmati saja suasana begini,” kata Sainu, salah satu santriwati.
Kondisi serupa juga terjadi di balai mengaji. Kitab-kitab agama basah karena atap tiris.
“Dingin, tidak enak. Ada atap yang bocor, [jadi] ketika mengaji, jatuh air ke atas kitab,” Aulia melanjutkan.
Sementara itu kamar mandi untuk mereka, bangunannya masih setengah jadi. Dengan dinding bata yang baru berdiri separuh, bila ada santri yang mandi, akan mudah bagi orang lain untuk mengintip.
Sainu, santriwati yang baru dua tahun mondok, mengatakan mereka tidak nyaman dengan kondisi ini. Tapi mereka juga merasa tidak ada pilihan lain.
“Kalau mandi, ya tidak nyaman. Terus kalau tidur juga waswas. Tapi selama ini tidak ada yang mengintip,” kata Sainu.
Saat ini, Dayah Ta’alimil Mubtadi yang terletak di Desa Pucok Alue, Kecamatan Baktiya di Aceh Utara memiliki 90 orang santri yang mondok di lokasi untuk sekolah dan mengaji.
Mereka menghuni kompleks pesantren dengan tujuh kamar untuk santri perempuan, empat kamar santri laki-laki, dan lima balai pengajian.
Abdurrahman, pimpinan Dayah Ta’alimil Mubtadi, mengatakan biaya operasional pesantren selama ini berasal dari bantuan masyarakat sekitar dan uang pribadinya.
“Tidak saya terima [BOP]. Kalau ada terima, kan, ada tanda tangan. Tapi tidak ada,” kata Abdurrahman kepada wartawan di Aceh, Hidayatullah yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Abdurrahman mengaku terpaksa berutang hingga Rp 40 juta untuk membangun musala di dayah tersebut.
“Utang kepada pemilik ketam kayu dan seng untuk musala. Kalau ada uang, saya mau bayar. Tapi kalau tidak dapat, ya sudah lah.”