“Kita harus berhati-hati dalam agenda revisi UUPA ini. Kalau kita menunggu mungkin sampai kapan pun ini tidak akan selesai, jadi harus ada aksi dari Aceh berdasarkan kesepakatan kita bersama,” jelas Abu Razak.
Bahkan, menurut kajian tim tersebut, yang lebih baik adalah memaksimalkan UUPA dengan memperkuat aturan turunannya, bukan merevisi UUPA yang telah ada.
“Revisi UUPA adalah hal sangat rawan bagi Aceh,” tambah Abu Razak.
Sementara Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin didampingi Ketua Komisi I Tgk Muhammad Yunus juga menyatakan sikapnya untuk sangat hati-hati dalam wacana revisi UUPA.
“Kita harus hati-hati. Kalaupun terjadi revisi, itu bukanlah revisi, melainkan optimalisasi,” kata Dahlan.
Ia mengusulkan agar dibangun konsolidasi untuk melahirkan sebuah proposal politik, sehingga yang diajukan ke Pemerintah Pusat merupakan satu proposal berdasakan kesepakatan seluruh elemen di Aceh.
“Semua silakan beragumentasi, memberikan solusi. Tetapi nanti akan kita rumuskan menjadi suatu rumusan proposal Aceh, bahwa ini maunya Aceh. Bahkan kami (DPRA) merencanakan untuk memparipurnakan proposal tersebut,” tambah Dahlan.
Di akhir pertemuan tim menyerahkan Buku Laporan CMI terkait tindak lanjut penyelenggaraan perdamaian Aceh dan Buku UUPA yang telah dilakukan penelitian oleh Uni Eropa. (IA)