BANDA ACEH — Keberanian Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Taqwallah berbohong kepada Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan menyebutkan kalau dana refocusing APBA 2020 bisa digunakan untuk kepentingan selain untuk penanganan dan pencegahan covid-19 dinilai merupakan bentuk kesewenang-wenangan dan tidak taat aturan.
Karena Perppu Nomor 01 tahun 2020 tentang Keuangan Negara akibat covid-19, Inpres Nomor 04 tahun 2020 tentang refocusing dan Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020 tentang percepatan penyesuaian APBD untuk penanganan covid-19 jelas menyebutkan tiga rasionalisasi yaitu rasionalisasi belanja pegawai, belanja barang/jasa minimal 50% dan rasionalisasi belanja modal minimal 50%.
Hasil rasionalisasi jelas disebutkan harus digunakan untuk tiga hal belanja kesehatan dalam penanganan covid-19, penyediaan social safety net (jaring pengaman sosial) dan penanganan dampak ekonomi atau economic recovery.
“Aturan yang ada tersebut menjelaskan kalau pernyataan dan argumen Sekda Aceh itu “ngaco” dan terkesan “ngeles” alias mencari pembenaran tanpa dukungan regulasi,” ujar Pengamat Kebijakan Publik Aceh Dr Nasrul Zaman ST MKes, dalam keterangannya, di Banda Aceh, Jum’at (6/8).
Ditambahkannya, sikap Sekda Aceh yang terkesan suka-suka dalam menggunakan dana refocusing itu, jangan sampai juga menjadi sikap Gubernur Aceh karena bisa berbahaya dalam manajemen kebijakan anggaran dan berdampak hukum yang merugikan gubernur sebagai Kepala Daerah.
“Bagi saya sejak awal sudah melihat kalau Sekda Aceh ini tidak berkualitas dan hanya menjadi “parasit” dalam pemerintahan Gubernur Nova Iriansyah dan sudah tidak layak dipertahankan apalagi keberanian Sekda Aceh itu berbohong di parlemen DPRA merupakan sikap yang sangat tidak terpuji dan menghina wakil rakyat,” terang Nasrul Zaman.
Bagi DPRA sendiri, terangnya, pernyataan Sekda Aceh tentang dana refocusing dapat digunakan untuk keperluan remeh temeh aparatur Pemerintah Aceh seperti untuk beli mobil dan lain-lain merupakan wujud pengelolaan dana rakyat yang sewenang-wenang meski aturan di atasnya telah mengatur mekanisme pengelolaan anggaran refocusing.
“Sudah saatnya DPRA berpihak ke rakyat dengan membentuk Pansus kemudian segera lakukan hak angket agar semua terbuka dan diketahui rakyat,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sekda Aceh Taqwallah menjelaskan bahwa dana refocusing APBA 2020 yang berjumlah Rp 2 triliun lebih tidak harus digunakan untuk penanganan Covid-19. Dalam artian, uang itu bisa digunakan untuk keperluan selain penanganan Covid-19.
Hal itu dikatakan Sekda Taqwallah selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dalam rapat dengan Badan Anggaran DPRA, Rabu malam (4/8), menjawab pertanyaan dari anggota Badan Anggaran DPRA tentang banyaknya dana refocusing tahun 2020 yang dipakai untuk belanja aparatur di Pemerintah Aceh, seperti rehab gedung Sekda Aceh dan pembelian mobil di banyak Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Menurut Taqwallah, selama ini pihaknya membedakan antara pengertian dana refocusing dengan dana penanganan covid-19.
“Jadi, pengertian refocusing kita mencoba bagi, ada kegiatan penanganan covid-19, itu kita istilahkan penanganan covid-19, bukan refocusing. Yang penanganan covid ya namanya penanganan covid. Kalau saya, saya pisahkan,” kata Taqwallah. (IA)