BANDA ACEH — Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) kembali menggelar rapat lanjutan dengan agenda pembahasan Rancangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA 2020 dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh dan tiga Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), yakni Dinas Kehudayaan dan Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Dinas Perpustakaan dan Arsip.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua II DPRA Hendra Budian, berlangsung di ruang serba guna DPRA, Senin (26/7).
Dalam rapat itu, Banggar DPRA mempertanyakan penggunaan anggaran dana APBA 2020 khususnya dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang dinilai tidak sesuai peruntukan dan jauh dari harapan rakyat Aceh.
Anggota Banggar DPRA dari Fraksi PPP Marhaban Makam menyoroti penggunaan Anggaran Aceh Tahun 2020 yang menurutnya terkesan dipaksakan sehingga kejar tayang dalam penggunaannya.
“Kami perlu penjelasan terkait realisasi APBA 2020, terkait refocusing dan penggunaan dana Otsus yang kami temukan tidak sesuai peruntukan,” ujar Marhaban dalam rapat itu.
Menurutnya, ada beberapa catatan Banggar DPRA terhadap APBA 2020. Salah satunya, kata Marhaban, hampir semua dinas melakukan pengadaan mobil saat itu, tepatnya di tengah meluasnya wabah Covid-19 di Aceh.
“Kami ingin tanyakan pengadaan mobil dinas itu untuk siapa mobil itu dibeli, dan sekarang dimana, sedangkan saat itu perekonomian masyarakat Aceh sedang terpuruk. Saat ini saya sampaikan kepada pimpinan DPRA untuk pembahasan RAPBA 2022 kita coret semua jika ada pengadaan mobil lagi,” tegas Marhaban.
Sementara Anggota Banggar DPRA dari Fraksi PAN Fuadri, menyebutkan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) tidak memiliki skema penganggaran penggunaan dana Covid-19.
“Asal bagi-bagi uang saja, tidak ada kontrol penggunaan anggaran yang direfocusing. Seharusnya TAPA membuat aturan yang baku agar penggunaan dana refocusing bisa dipergunakan dengan benar oleh SKPA, sehingga tidak menjadi masalah di kemudian hari,” ujar Fuadri.
Anggota Banggar DPRA lainnya dari Fraksi Partai Aceh Muslim Syamsuddin menyampaikan, badan anggaran telah memanggil 25 SKPA dalam rapat penyusunan qanun tersebut. Semuanya, kata Muslim, bermasalah dalam merealisasikan APBA 2020.
“Jauh dari harapan rakyat, tidak sesuai RPJM Aceh 2017-2022 yang telah dicanangkan,” katanya.
Muslim menyontohkan penggunaan anggaran pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, yang lebih banyak untuk pembayaran gaji aparatur. Hampir 90 persen penggunaannya untuk aparatur dan 10 persen untuk kegiatan.
“Karenanya saya meminta penjelasan dari Kadisbudpar Aceh tentang konsep yang dirancang dalam RPJM Aceh menyangkut investasi wisata dan pemasukan pendapatan di bidang pariwisata,” jelasnya.
Tidak hanya Disbudpar, Muslim juga menyoroti Dinas Perpustakaan dan Arsip yang dinilai sama saja dengan dinas lain.
“Bahwasannya, penggunaan dana otsus sudah bertabur kemana-mana, tidak jelas,” ungkap Muslim. (IA)