Banda Aceh — Pemerintah Aceh mengerahkan hampir 20 ribu orang yang tergabung dalam tim sosialisasi Gebrak Masker Aceh (GEMA) ke kabupaten/kota hingga ke gampong seluruh Aceh pada 4 September 2020.
Pengamat Kebijakan Publik Aceh, Dr. Nasrul Zaman, ST M.Kes, mengkritisi pengerahan banyak orang tersebut. Menurutnya, jika sebelumnya tidak dilakukan uji swab sesuai protokol kesehatan, maka hal itu sama saja dengan menyebarkan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) ke masyarakat Aceh di gampong-gampong.
“Entah ide siapa, dan bagaimana gagasan ini bisa muncul telah menjadi semangat bersama Pemerintah Aceh sehingga pada 4 September 2020 memerintahkan 19.735 orang dikerahkan ke seluruh Aceh untuk memasifkan penggunaan masker di masyarakat,” ujar Nasrul Zaman dalam keterangannya, Rabu (2/9)
Dikatakannya, gerakan ini dari gagasan ya baik-baik saja selama dilakukan dengan pendekatan “pemberdayaan masyarakat”, jika tidak maka ini dapat menjadi awal bencana penyebaran Covid-19 secara massif dan terencana.
Pengerahan sebegitu banyak orang ke seluruh pelosok penjuru Aceh harusnya tetap mengikuti protokol kesehatan. Salah satunya adalah kewajiban uji swab Polymerase Chain Reaction (PCR) bagi seluruh anggota yang terlibat.
“Hal ini tidak bisa ditawar – tawar karena semua kita tidak ingin warga yang seharusnya jauh dari potensi covid-19 malah menjadi terpapar karena ulah pemerintah itu sendiri,” jelasnya.
Harusnya gerakan Gebrak Masker ini dilakukan dengan memberdayakan struktur pemerintah yang ada ditambah dengan keterlibatan Ormas, LSM atau lembaga pendidikan tinggi yang ada.
Pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, kemukiman hingga pemerintah gampong dan didukung oleh puskesmas adalah pihak yang menjadi penggerak penggunaan masker.
Dan jika didukung oleh berbagai Ormas agama, LSM dan lembaga pendidikan yang ada di wilayah masing-masing pastilah gerakan Gebrak Masker menjadi suatu hal yang sangat positif.
Nasrul Zaman menyayangkan, Gebrak Masker yang dilakukan Pemerintah Aceh hanyalah berupa pepesan kosong tanpa metode yang baik apalagi ribuan orang yang terlibat tersebut tidak pernah dilatih menjadi tenaga penyuluh kesehatan utamanya tentag bahaya virus Covid-19 ini.