Tiga Pemimpin Daerah Putra Aceh Gagal Bersatu Setelah Pangdam IM Diganti
Banda Aceh, Infoaceh.net – Harapan publik Aceh untuk melihat tiga putra daerahnya duduk bersamaan dalam lingkaran strategis Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) akhirnya pupus.
Baru sehari setelah Kapolda Aceh yang baru, Brigjen Pol Marzuki Ali Basyah, dilantik pada Selasa (19/8) oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, lalu Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengumumkan mutasi besar-besaran yang turut mengganti Pangdam Iskandar Muda (IM) Mayjen TNI Niko Fahrizal, perwira tinggi putra asli Aceh.
Sebelumnya, momentum langka sempat tercipta. Aceh memiliki tiga putra daerah yang menjabat posisi penting dalam Forkopimda: Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) dari Aceh Utara, Pangdam IM Mayjen TNI Niko Fahrizal dari Banda Aceh, dan Kapolda Aceh Brigjen Pol Marzuki Ali Basyah dari Tangse, Pidie.
Kombinasi ini diharapkan mampu menghadirkan sinergi yang lebih erat antara pemerintah daerah, militer, dan kepolisian dalam menjaga keamanan dan membangun Aceh.
Namun, kebersamaan tiga putra Aceh itu di Forkopimda hanya berlangsung sesaat.
Pada Jum’at (15/8/2025), Panglima TNI menerbitkan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1102/VIII/2025 tentang mutasi jabatan 414 perwira tinggi di lingkungan TNI.
Salah satu yang terdampak adalah Pangdam IM, Mayjen TNI Niko Fahrizal, yang resmi digeser dan kini menduduki jabatan baru sebagai Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Kursi Pangdam IM yang ditinggalkan Niko Fahrizal kini ditempati oleh Mayjen TNI Joko Hadi Susilo. Perwira tinggi TNI AD yang merupakan alumnus Akmil 1991 ini sebelumnya menjabat sebagai Asisten Teritorial (Aster) KSAD.
Dengan penunjukan tersebut, estafet kepemimpinan Kodam IM kembali dipegang oleh perwira non-Aceh.
Pergantian ini sekaligus menandai berakhirnya masa jabatan Niko Fahrizal yang relatif singkat, hanya sekitar 1,5 tahun sejak dilantik pada 21 Februari 2024 lalu.
Selama memimpin Kodam IM, Niko dikenal aktif menjalin komunikasi dengan berbagai elemen masyarakat Aceh, termasuk tokoh adat, ulama, serta eks kombatan.
Mayjen Niko Fahrizal lahir di Peunayong, Banda Aceh, dan menamatkan pendidikan militernya di Akademi Militer (Akmil) tahun 1991 dari korps Infanteri. Kariernya cukup panjang dan banyak bersinggungan dengan Aceh.
Kedekatannya dengan tanah kelahiran membuat banyak kalangan menaruh harapan besar bahwa kepemimpinannya dapat menjadi jembatan komunikasi antara pusat dan daerah, khususnya dalam menjaga stabilitas keamanan di Aceh pasca-konflik.
Harapan Publik Pupus
Dengan pergantian Pangdam IM, formasi tiga putra Aceh di pucuk pimpinan Forkopimda yang sempat menyita perhatian publik kini buyar.
Sejumlah kalangan menilai, kehadiran tiga tokoh putra daerah di posisi strategis akan memberi energi baru dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat Aceh, termasuk menyelesaikan berbagai persoalan sisa konflik dan mempercepat pembangunan.
Namun kenyataan berkata lain. Kini hanya tersisa Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dan Kapolda Aceh, Brigjen Pol Marzuki Ali Basyah, sebagai representasi putra daerah Aceh di kursi Forkopimda.
Dinamika Politik dan Keamanan Aceh
Pengamat politik dan keamanan Aceh menilai bahwa dinamika mutasi ini adalah hal wajar dalam tubuh TNI. Rotasi perwira tinggi dilakukan secara berkala demi penyegaran organisasi.
Kendati demikian, tidak sedikit masyarakat Aceh yang menyayangkan momen langka ini berakhir begitu cepat.
“Kesempatan tiga putra Aceh duduk bersama di Forkopimda sangat jarang terjadi. Ini seharusnya bisa menjadi momentum emas untuk membangun komunikasi politik dan keamanan yang lebih solid. Sayangnya, momen itu tidak bertahan lama,” ujar salah seorang akademisi di Banda Aceh.
Kini, tugas besar menjaga stabilitas Aceh pasca-perdamaian kembali menjadi tanggung jawab Pangdam IM yang baru, Mayjen Joko Hadi Susilo, bersama jajaran Forkopimda lainnya.
Masyarakat menanti sejauh mana kepemimpinan baru ini mampu meneruskan jejak pendahulunya sekaligus menjawab berbagai tantangan Aceh ke depan.