BANDA ACEH – Tim Survei Muhibah Jalur Rempah dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan survei di Aceh.
Diantaranya, melakukan audiensi dengan Gubernur Aceh Nova Iriansyah didampingi Kepala Dinas Pendidikan Aceh dan Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh di Pendopo Gubernur, Rabu pagi, 5 Mei 2021.
Tim Survey dipimpin Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ahmad Mahendra, beserta Ketua Komite Jalur Rempah Nasional Ananto Kesuma Seta, juga didampingi Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh Irini Dewi Wanti, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh Nurmatias, Ketua Asosiasi Sejarah Lisan Aceh Reza Idria, Ketua masyarakat Pernaskahan Nusantara Hermansyah, Kurator Muhibah Jalur Rempah Rama Soeprapto, beserta tim dari Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Muhibah Jalur Rempah merupakan salah satu kegiatan jalur pelayaran rempah nusantara yang dilakukan oleh 34 pemuda dari 34 provinsi di Indonesia dengan Kapal Latih TNI AL KRI Dewa Ruci disertai festival budaya yang akan berlangsung di 13 titik utama jalur rempah.
Rencananya, pelayaran dimulai 17 Agustus 2021 bertepatan HUT RI ke-76 dari Banda Naira, kemudian berlanjut ke kota-kota pelabuhan di berbagai wilayah Indonesia yang dulunya menjadi rute pelayaran rempah-rempah di Indonesia seperti Ternate, Makassar, Banjarmasin, Tanjung Uban, Belawan, Aceh Utara/Lhokseumawe, Padang, Banten, Tanjung Priuk, Semarang, Benoa dan berakhir tanggal 28 Oktober 2021 bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda di Kota Surabaya.
Gubernur Aceh Nova Iriansyah mendukung penuh kegiatan Muhibah Jalur Rempah yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik kegiatan pelayaran kapal Dewa Ruci, seminar, even, sosialisasi, Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) dan kegiatan lainnya yang berkaitan jalur rempah Nusantara hingga pengajuan ke UNESCO tahun 2024.
Walaupun pada kesempatan kunjungan pertama ini Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, belum berkesempatan ikut serta dengan tim Survey ke Aceh, namun Hilmar Farid menyatakan bahwa Aceh sangat luar biasa dalam catatan sejarah jalur rempah Nusantara, terbukti dengan banyaknya data tinggalan sejarah yang menunjukkan adanya hubungan diplomatik antara kerajaan-kerajaan Aceh dengan bangsa-bangsa di luar Nusantara, seperti Turki, Inggris, Portugis, Prancis, Amerika, Malaysia, dan terutama negara-negara Arab dalam manuskrip-manuskrip yang ditemui di Aceh.
Potensi besar sejarah rempah di Aceh harus terus digali, dibuat narasinya karena rempah adalah anugerah yang memberikan pengaruh besar bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Pada Muhibah Jalur Rempah titik singgah Aceh Utara dan kemungkinan juga di Banda Aceh, Ahmad Mahendra juga menegaskan bahwa apa yang telah dilihat dan ditemui ketika survei berlangsung adalah potensi besar yang akan diangkat pada Festival Muhibah Jalur Rempah.
Muhibah Jalur Rempah juga dapat mengangkat potensi dari seniman-seniman Aceh, baik musik, tari, teater dan tradisi tutur Aceh dikolaborasikan dengan artis-artis nasional yang berskala internasional.
Menurut Mahendra pada saat Festival Muhibah Jalur Rempah, menampilkan talenta seniman Aceh yang terbaik, karena momen ini akan disaksikan bukan hanya oleh Indonesia tetapi bisa disaksikan di seluruh penjuru dunia melalui Kanal Budaya Ditjen Kebudayaan.
Selain itu posisi letak geografis Aceh di silang jalur pelayaran dunia dan Kerajaan Samudera Pasai abad ke-13 sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara, pastinya meninggalkan situs sejarah yang menguatkan menjadikan Aceh sebagai ujung tombak jalur rempah dunia.
Hal ini juga ditambahkan oleh Ananto Kesuma Seta, orang Aceh adalah diplomat ulung, yang bisa meyakinkan bangsa lain aman berlayar di daerahnya dan ini terjadi di abad 17 hingga 19 M.
Pada kesempatan survei perdana Jalur Rempah ini ke Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe dan Kota Banda Aceh. Beberapa titik lokasi ditinjau untuk proses kegiatan puncak pada bulan September 2021, antara kunjungan situs sejarah Samudera Pasai di Aceh Utara, terutama komplek makam Sultan Malikus Shaleh dan komplek makam Nahrasyiah.
Kunjungan Pelabuhan Krueng Geukueh, dan juga visitasi ke museum-museum yaitu, Museum Samudera Pasai, Museum Kota Lhokseumawe, Museum Pidie Jaya, Museum Negeri Aceh serta Museum Ali Hasjmy. Selain itu juga ke kolektor manuskrip antaranya Pedir Museum di Pidie Jaya dan Kolektor Manuskrip sekaligus produsen rempah Pusaka Indatu Apam Aceh Lampoh Saka Pidie. (IA)