“Kenapa? Mungkin karena tidak cukup tangan-tangan kreatif yang mampu memfungsikan syariat. Terobosan ini yang perlu kita lakukan” imbuh Tu Sop.
“Kita ingin buktikan, kita promosikan ke Nusantara bahwa syariat itu bagus, jangan waktu diterapkan syariat justru kita terpuruk di semua aspek,” ucapnya lagi.
Disamping itu, pelibatan ulama dalam penyusunan regulasi-regulasi yang terkait syariah juga sangat kurang. Ulama hanya diundang di akhir, untuk legitimasi.
Seperti halnya dalam Qanun Lembaga Keuangan Syariah, ulama tidak dilibatkan dalam menyusun kajian akademik karena mungkin dianggap tidak pintar.
“Ulama hanya diundang di akhir, untuk legitimasi saja. Padahal otoritas syariah itu ada di ulama,” tegas Tu Sop.
Tu Sop berharap Partai Aceh bisa memperjuangkan hal ini sehingga fungsi-fungsi syariat bisa dijalankan di semua lembaga pemerintahan.
“Pada masa kesultanan, Islam bisa menjadi mercusuar di Nusantara. Coba tantang, apa Islam hari ini di Aceh bisa menjadi mercusuar di Nusantara? Tetapi harus benar- benar menerapkan konsep syariat, memberikan solusi, bukan beban,” ucap Tu Sop.
Ia pun menjelaskan, kunci agar dinas-dinas menjalankan fungsi- fungsi syariat ada pada pemimpin, dan pemimpin itu lahir dari partai politik. Karena itu, perbaikan politik juga hal yang sangat penting.
“Kalau kita tidak mengubah politik, melahirkan leader-leader sesuai sesuai dengan kekhususan Aceh, ini tidak akan jalan. Akhirnya Aceh berada di tangan yang salah terus,” pungkas Tu Sop. (IA)