ACEH BESAR — Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haythar menyebutkan, kondisi Aceh saat ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan dan dicita-citakan baik secara ekonomi maupun secara kemajuan perkembangannya, setelah menjalani 17 tahun terwujudnya perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan GAM.
Saat ini ekonomi Aceh masih sangat bergantung dengan daerah lain khususnya daerah tetangga yakni Medan atau Sumatera Utara (Sumut). Banyak kebutuhan masyarakat Aceh diproduksi di Medan dan dijual ke Aceh, dan Aceh dijadikan sebagai tempat pemasaran.
Demikian pula dengan hasil pertanian dari Aceh seperti padi secara ekonomi harganya diatur dan ditentukan dari daerah lain, sebab sebelum petani memanen hasil pertaniannya telah terlebih dahulu dijual kepada orang lain yang berasal dari luar daerah Aceh sehingga pada saat panen petani Aceh tidak menikmati hasilnya dan tidak bisa ikut menentukan harga sebab harganya sudah ditentukan oleh pihak lain yang sudah terlebih dahulu membeli hasil pertaniannya.
Hal disampaikan Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haythar saat menerima kunjungan silaturrahmi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Bambang Bachtiar SH MH di Meuligoe Wali Nanggroe kawasan Lampeuneureut, Aceh Besar, Kamis (12/5/2022).
“Secara umum disebutkan Aceh yang memiliki kekayaan dari hasil pertanian dan perikanan belum bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri,” ungkap Wali Nanggroe.
Di dalam kegiatan pemerintahan, lanjut Wali, dalam hal pembangunan juga banyak ditemukan hal yang janggal dimana dana Otonomi Khusus (Otsus) yang diperuntukkan untuk peningkatan kesejahteraan dan pembangunan di Aceh tidak dapat dipergunakan dan dimanfaatkan secara baik agar berguna bagi masyarakat Aceh, sehingga dana tersebut dikembalikan lagi ke Pusat padahal masyarakat Aceh sangat membutuhkan dana tersebut untuk pembangunan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Pertemuan Wali Nanggroe dan Kajati Aceh tersebut juga membicarakan mengenai penegakan hukum di Aceh dimana Kajati Bambang Bachtiar memberikan pernyataan bahwa Kejati Aceh saat ini menerapkan prinsip bukan untuk mencari perkara yang sebanyak-banyaknya dengan memenjarakan orang sebanyak-banyaknya.
Tetapi bagaimana supaya memastikan bahwa di Aceh tidak terjadi permasalahan-permasalahan hukum, dan apabila permasalahan itu timbul tidak semuanya perkara akan diputus melalui jalur persidangan dan terhadap perkara-perkara yang sederhana dapat dilakukan melalui Restorative Justice setelah dilakukan perdamaian di tingkat Gampong.
Hal ini sejalan dengan ketentuan yang berlaku di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dimana dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat telah diatur bila terjadi permasalahan hukum di tingkat Gampong, Keuchik bersama dengan Tuha Peut dapat menyelesaikan dan memutus perkara di tingkat Gampong tanpa harus melalui proses persidangan.
Sehingga antara ketentuan yang diberlakukan dalam Restorative Justice oleh Kejaksaan seiring dan sejalan dengan ketentuan dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat.
Dalam pertemuan tersebut disampaikan, Kejaksaan secara terbuka akan memberikan bantuan pelayanan hukum kepada masyarakat bila dibutuhkan dan dapat dilaksanakan di rumah Restorative Justice yang telah di buat di Gampong se-Aceh.
Apabila Keuchik menemukan kesulitan atau kendala dalam menyelesaikan masalah di Gampong dapat meminta bantuan pelayanan hukum kepada Kejaksaan serta ada wacana dilakukan kerja sama antara Wali Nanggroe dengan Jejaksaan Tinggi Aceh dalam bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).
Pada pertemuan dengan Wali Nanggroe, Kajati Aceh Bambang Bachtiar turut didampingi Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Djamaluddin SH MH, Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Rahmat Azhar SH MH, Asisten Bidang Intelijen yakniMohamad Rohmadi SH MH, Asisten Bidang Pembinaan M Rizal Sumadiputra SH MH, dan
Kepala Bagian Tata Usaha Rachmadi SH.
Sementara Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haythar didampingi Muhammad Raviq selaku Staf Khusus Wali Nanggroe Bidang Luar Negeri. (IA)