Dengan menggunakan jalan umum mereka melakukan aksi balapan liar, sehingga balapan liar tersebut akan mengganggu aktivitas masyarakat pengguna jalan lainnya.
“Kami tentunya akan melakukan penindakan terhadap mereka itu,” tegasnya.
Kemudian, sambung Kompol Yusuf Hariadi, menindak lanjuti kejadian meninggalnya seniman debus Aceh dalam kecelakaan maut yang terjadi di depan Polsek Ulee Lheue, perlu sama-sama mengkoreksi diri dan berembuk kepada Forkopimcam Meuraxa, agar dapat mengambil langkah apa saja yang perlu dilakukan agar berkurangnya aktivitas balap liar di Jalan Pelabuhan Penyebrangan Ulee Lheue dan guantibmas lain.
Menanggapi hal tersebut, Camat Meuraxa Mustafa mengatakan kegiatan aksi balapan liar baik pada saat kegiatan ibadah shalat jumat berlangsung maupun pada malam hari di jalan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, rata-rata bukan warga Kecamatan Meuraxa.
“Kita bisa melihat pasca kejadian kemarin, yang menjadi korban laka lantas bukanlah warga Kecamatan Meuraxa, melainkan warga salah satu Kecamatan di Aceh Besar. Ini membuktikan bahwa masih ada orang tua yang tidak menjaga anaknya berkeliaran di tengah malam dengan melakukan aksi balapan di wilayah kami,” tutur Mustafa.
Sementara Kadis Perhubungan Banda Aceh Wahyudi menegaskan dengan ditutup portal jam kecil, akan dimanfaatkan oleh anak-anak balap liar yang mana track tersebut sepi dan panjang sehingga peluang tersebut dimanfaatkan anak-anak aksi balap liar.
“Untuk itu kita akan berupaya akan membuat marka jalan atau speed bump secepatnya guna memperlambat laju kecepatan anak-anak yang ingin beraksi balap liar tersebut,” sebut Wahyudi.
Sementara Plt. Kasat Pol PP-WH Banda Aceh Muhammad Rizal, menjelaskan, mereka berfokus penegakan syariat Islam yang mana saat ini Ulee Lheue menjadi prioritas utama.
“Kami akan membuat pos dan portal baik itu di jalan pelabuhan Ulee Lheue dan di Gampong Jawa, dimana wilayah tersebut menjadi tempat rawan pelanggaran syariat Islam dan Live Musik juga sering dilakukan, sehingga mengganggu aktifitas masyarakat.