Aceh Utara, Infoaceh.net — Pemerintah Kabupaten Aceh Utara bersama Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) menegaskan komitmen untuk menerapkan konsep Wisata Islami di seluruh destinasi wisata yang ada di daerah itu.
Langkah tersebut menjadi salah satu hasil penting dari Muzakarah Ulama dan Umara Kabupaten Aceh Utara yang digelar di Lapangan Kantor Bupati Landing pada Selasa (7/10/2025).
Muzakarah bertema “Ihtifal Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai Momentum Memperkuat Sinergi Ulama dan Umara dalam Membina Umat Menuju Aceh Utara Bangkit” itu melahirkan empat pokok bahasan strategis, salah satunya mengenai pengembangan wisata Islami tanpa maksiat.
Turut hadir menjadi narasumber di antaranya Ketua MPU Provinsi Aceh Tgk H Faisal Ali (Lem Faisal), Abu Paya Pasi (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh), Tgk H Nuruzzahri Yahya (Waled Nu Samalanga), Abu Manan Blang Jruen (Ketua MPU Aceh Utara), Tgk H Jafar Sulaiman (Wakil Ketua MPU Aceh Utara) dan Dr Fauzan MPA (Asisten I Setdakab Aceh Utara).
Destinasi Wisata Berlandaskan Syariat
Dalam rumusan hasil muzakarah, pemerintah daerah bersama MPU dan tokoh masyarakat sepakat untuk mengembangkan pariwisata yang berbasis budaya, syariat, serta kearifan lokal Aceh Utara.
Seluruh kegiatan wisata diharapkan tidak hanya menjadi ajang rekreasi, tetapi juga sarana dakwah dan pembinaan moral bagi masyarakat.
“Wisata di Aceh Utara harus menjadi bagian dari dakwah dan penguatan akhlak, bukan tempat terjadinya pelanggaran syariat,” demikian salah satu poin dalam hasil rumusan tersebut.
Pemerintah akan memastikan setiap destinasi wisata memegang prinsip syariat Islam, menjaga ketertiban, dan menjamin keberlanjutan lingkungan.
Aparatur gampong juga diminta berperan aktif dalam mengawasi dan mengelola tempat wisata di wilayah masing-masing agar tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Aturan Ketat bagi Pengelola dan Pengunjung
Hasil muzakarah tersebut juga merinci sejumlah ketentuan yang wajib diterapkan oleh penyedia wisata, di antaranya:
Setiap Muslim wajib berpakaian menutup aurat. Pengunjung non-Muslim diimbau berpakaian sopan.
Dilarang berduaan antara laki-laki dan perempuan di tempat sepi.
Tempat wisata tidak boleh tertutup atau berpotensi mengundang maksiat.
Jam operasional wisata dibatasi mulai pukul 07.00 hingga 18.00 WIB. Setiap lokasi wisata wajib menyediakan mushalla, MCK yang bersih, serta fasilitas ibadah lainnya.
Dinas terkait diminta melakukan patroli rutin bersama Tim Wilayatul Hisbah (WH) untuk menjaga ketertiban dan ketentraman di kawasan wisata.
Selain itu, pengelola wisata diwajibkan memasang pamflet atau papan imbauan yang berisi pesan moral tentang pentingnya menjaga adab dan aurat selama berada di lokasi wisata.
Para ulama dan umara sepakat bahwa penerapan wisata Islami bukan untuk membatasi kebebasan masyarakat, melainkan menjaga marwah Aceh Utara sebagai daerah bersyariat.
“Wisata Islami bukan berarti kaku, tetapi menjadikan pariwisata lebih beretika, bersih, dan membawa berkah,” demikian disampaikan dalam kesimpulan muzakarah tersebut.
Pemerintah daerah juga akan memberikan bimbingan teknis kepada pengelola wisata, termasuk pelatihan tata kelola pariwisata berbasis syariat, agar penerapannya tidak hanya bersifat seremonial, tetapi menjadi budaya yang hidup di masyarakat.
Langkah ini diharapkan menjadi awal dari transformasi sektor pariwisata di Aceh Utara menuju konsep halal tourism yang selaras dengan nilai-nilai Islam dan kearifan lokal.
Dengan demikian, wisata di Aceh Utara tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga menjadi teladan bagi daerah lain dalam mengimplementasikan wisata berbasis syariat Islam secara konsisten.
Bupati Aceh Utara Ismail A Jalil atau Ayahwa mengatakan, Aceh Utara terus meneguhkan jati dirinya sebagai daerah Islami yang tidak hanya menegakkan syariat di ruang ibadah, tetapi juga di ruang publik — termasuk dunia pariwisata.