Pada tahun 1961 beliau mendapat kesempatan dari Kiyai Abdul Wahid Hasyim anaknya Kiyai Haji Hasyim Asy’ari yang ketika itu sebagai menteri agama untuk melanjutkan pendidikan ke Mesir. Maka berangkatlah Abu Teupin Raya ke Mesir. Selain Abu Teupin Raya yang mendapat kesempatan belajar ke Mesir dari Aceh adalah Abuya Muhibbudin Waly dan Abuya Mawardi Waly yang pernah belajar dalam rentang waktu 1964 sampai 1970, Abuya Muhibbudin Waly dalam keberangkatan ke Mesir banyak dibantu pula oleh Kiyai Ahmad Syaikhu pendiri Pesantren Alhamidiyah Depok.
Saat tiba di Mesir, Abu Teupin Raya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan. Beliau belajar dengan tekun terutama memperdalam ilmu falak yang pernah dua tahun beliau pelajari dari gurunya Teungku Haji Usman Maqam di Krueng Panjoe.
Di Mesir beliau berguru kepada Syekh Abdul Ulaa al Bana, seorang ulama Mesir yang ahli dalam ilmu falak. Ketika belajar dari gurunya Syekh Abdul Ulaa al Bana, Abu Teupin Raya memperoleh ijazah dari gurunya dan diizinkan untuk mengembangkan ilmu tersebut di Aceh, dan layak menyandang derajat al-Falaqi artinya seseorang yang telah alim dalam ilmu falak.
Setelah belajar puluhan tahun di berbagai tempat, pulanglah Abu Teupin Raya di tahun 1966 untuk mengembangkan keilmuanya di Aceh tepatnya di Teupin Raya yang kemudian dikenal dengan dayah yang didirikan beliau bernama Darussa’adah yang sekarang telah memiliki puluhan cabang seluruh Aceh.
Walaupun Abu Teupin seorang ulama yang bermazhab Syafi’i dan beraqidah Asy’ari, namun beliau adalah ulama yang moderat dan insaf dengan berbagai perbedaan pandangan bila itu masih dalam kajian keilmuan dan memiliki rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Abu Teupin Raya selain sebagai ulama, beliau juga seorang pendidik ditandai dengan membangun lembaga pendidikan umum setingkat Tsanawiyah dan Aliyah di Pesantren Darussa’adah.
Menurut beliau pendidikan umum tidak berbenturan dengan pendidikan agama, selama kedua-duanya menjadi maslahat bagi ummat Islam. Selain pendidik, beliau juga seorang ulama penulis.