Sehingga Abu Uteun Bayu dan Abu Teupin Raya bisa dianggap sebagai dua orang murid Teungku Abdul Majid yang menjadi ulama besar dan panutan di wilayahnya masing-masing.
Selain ilmunya yang luas, beliau juga ulama yang sangat menjaga dirinya dari hal-hal yang bersifat duniawi. Beliau dikenal secara luas oleh masyarakat sebagai ulama yang zuhud, merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya.
Selain itu Abu Uteun Bayu juga ulama yang netral, tidak terlibat dalam bentuk politik atau partai manapun, walaupun banyak pihak yang berusaha ingin mengajak beliau bergabung di partainya. Sikap yang demikan merupakan pandangan yang menjadi ciri khas kepribadian Abu Uteun Bayu.
Karena kesederhanaannya dalam kehidupan, beliau dirasakan oleh masyarakat sebagai kebanggaan dan panutan bagi mereka. Walaupun beliau tidak berkecimpung di dunia politik, beliau memiliki afiliasi organisasi Ahlussunnah Waljama’ah yaitu al-Washliyah.
Sehingga dengan keikutsertaan beliau dalam organisasi ini, maka al-Washliyah termasuk organisasi yang digandrungi di kawasan Bandar Dua Ulee Glee. Karena memang pengaruh seorang ulama bagi masyarakat memiliki arti yang signifikan dan penting.
Tujuan beliau dalam berorganisasi ini adalah menerapkan makna dari Ahlussunnah Waljama’ah secara luas. Sedangkan para ulama besar lainnya seperti Abu Krueng Kalee dan Abuya Syekh Muda Waly memakai jalur organisasi PERTI yang juga sama dengan al-Washliyah secara prinsip yaitu menerapkan Ahlussunnah Waljama’ah.
Bedanya PERTI digagas oleh ulama Padang seperti Syekh Muhammad Jamil Jaho dan Syekh Sulaiman al-Rusuli, sedangkan al-Washliyah digagas oleh Syekh Muhammad Yunus, Kiyai Haji Abdurrahman Syihab dan Syekh Muhammad Arsyad Thalib Lubis dan ulama Medan lainnya.
Konsistensi yang ditunjukkan oleh Abu Uteun Bayu ini merupakan sikap yang berasal dari penerapan ilmu tasawuf dalam kehidupannya. Selain sebagai ulama yang identik dengan pengamalan ilmu tasauf, beliau juga seorang yang faqih dan mendalam ilmunya.
Pendapat-pendapat hukum yang dikeluarkan oleh Abu Uteun Bayu umumnya pandangan Imam Ibnu Hajar al-Haitami pengarang Kitab Tuhfah dan ulama besar dalam Mazhab Syafi’i. Dalam mengeluarkan fatwa hukumnya Abu Uteun Bayu memiliki referensi yang memadai dan analisa tersendiri.
Sebagai ulama yang menjadi panutan masyarakat Pidie Jaya, beliau senantiasa menanamkan nilai-nilai spiritual yang tinggi dalam hidupnya. Beliau diibaratkan seperti ulama-ulama klasik yang disebut dalam kitab-kitab, pembawaannya tenang, sedikit bicara dan sangat menjaga makanannya serta rajin berpuasa dan bertahajud.