Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah
Banda Aceh — Setelah memunculkan pro kontra di tengah masyarakat, Pemerintah Aceh akhir memutuskan untuk mencabut dan menghentikan sementara pemberlakuan jam malam di Provinsi Aceh yang baru berjalan satu pekan sejak 29 Maret lalu, dari yang direncanakan selama dua bulan hingga 29 Mei mendatang dalam upaya pencegahan meluasnya penyebaran wabah Coronavirus Disease (Covid-19).
Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan rencana penghentian berlakunya jam malam ini dilakukan Pemerintah Aceh sampai nantinya program sosial safety net atau jaring pengaman sosial untuk melindungi pekerja informal dan harian seperti pelaku UMKM yang bergiat di malam hari bisa dilakukan.
Hal itu penting untuk melindungi perekonomian pekerja dari pelemahan ekonomi sebagai dampak wabah Covid-19.
“Karena belum diikuti program sosial yang baik, jam malam kita rencana hentikan dulu sampai kemudian nanti kita kembalikan. Banyak dari UMKM berdagang di malam hari,” kata Nova Iriansyah di Banda Aceh, Sabtu (4/4).
Penghentian sementara jam malam tersebut akan resmi dilakukan usai seluruh Forkopimda Aceh menandatangani maklumat tertanggal 29 Maret 2020 tersebut.
Jika nanti Maklumat Bersama Forkopimda Aceh itu dicabut, Pemerintah Aceh akan kembali pada peraturan Pemerintah Pusat yaitu PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Artinya, pemerintah tetap mengimbau masyarakat untuk menghindari berkumpul secara berkelompok dan memberikan pembatasan secara sosial.
Nova meyakini, selama sepekan terakhir pembatasan aktifitas warga di malam hari telah memberikan efek luar biasa pada pembatasan penyebaran Covid-19 di Aceh.
“Setidaknya seminggu terakhir secara ekstrem kita sudah mencoba menghentikan penyebaran virus ini. Paling tidak setengah dari 24 jam orang tidak berinteraksi dengan sosial,” kata Nova.
Plt Gubernur menegaskan dicabutnya maklumat tentang pembatasan jam malam itu, tidak diartikan oleh masyarakat, bahwa masyarakat boleh kembali berkumpul beramai-ramai. Ia meminta agar kedisiplinan masyarakat untuk terus ditingkatkan.
Sampai Sabtu (4/4), jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) di Aceh berjumlah 1.176 orang. Sementara Pasien Dalam Pengawasan (PDP) 52 orang dan 5 orang telah dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Angka itu diyakini bukanlah angka ril.
Dikhawatirkan fenomena puncak gunung es terjadi usai pemerintah melakukan rapid tes di seluruh Aceh. Memang rapid tes yang disebar masih terbatas yaitu berjumlah 2.500 unit, dari 25 ribu target Pemerintah Aceh. Karena kekhawatiran itu, Nova berharap masyarakat patuh untuk sementara waktu tetap di rumah agar mata rantai penyebaran Covid-19 bisa terputus.
Sembari menunggu laboratorium Unsyiah dan Kemenkes diefektifkan, Nova Iriansyah mengimbau masyarakat untuk tetap menghindari keramaian.
Nova menyebutkan Pemerintah Aceh telah bekerja maksimal untuk menghindari penyebaran wabah virus Corona di Aceh. Gerak cepat Aceh dimulai sejak 22 Januari lalu. Dimana saat Covid-19 terdeteksi di Wuhan, Provinsi Hubei, China, pemerintah langsung membangun komunikasi dengan mahasiswa Aceh disana. Fokus saat itu adalah memulangkan mahasiswa Aceh sembari membentuk posko di Banda Aceh dan Jakarta.
“Kita terus memantau kondisi mereka baik menghubungi langsung maupun melalui Kementerian Luar Negeri dan Komisi I DPR RI,” kata Nova. Upaya itu berujung manis, dimana mahasiswa Aceh dipulangkan bersama ratusan warga Indonesia lainnya dari Cina, meski kemudian harus dikarantina di Kepulauan Riau.
Awal Februari, saat penyebaran terdeteksi keluar Cina, Pemerintah Aceh menunjuk dua rumah sakit rujukan, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) di Banda Aceh dan RSUD Cut Mutia di Lhokseumawe. Dari sisi sosial, Pemerintah Aceh membentuk gugus tugas yang kemudian disesuaikan kinerjanya sesuai dengan Kepres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Berlanjut di akhir Maret, dimana Pemerintah membatasi kegiatan malam hari bagi warga di seluruh Aceh melalui Maklumat Forkopimda, imbas dari ditemukannya kasus masyarakat Aceh positif Covid-19. Namun dengan keluarnya PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar maka Pemerintah Aceh akan mengevaluasi maklumat tersebut, sampai skema social safety net berhasil disusun.
“Kalau warga kita memang belum siap (dengan kebijakan pembatasan jam malam), kita siap revisi,” kata Nova. Yang pasti, berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah bertujuan menghambat penyebaran Covid-19 di Aceh dan Indonesia. (m)