Terminal regasifikasi Perta Arun Gas
Banda Aceh – Pemerintah Aceh diminta untuk segera menyetorkan 30 persen saham di PT. Perta Arun Gas (PAG), anak perusahaan Pertamina. Aceh telah diberikan kewenangan atas kepemilikan 30 persen saham di PAG. Namun sampai hari ini, saham Aceh di PAG tersebut masih nol besar alias kosong.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN), Fadhli Espece, Jum’at (30/10).
Menurutnya, sejak peresmian PAG sebagai satu-satunya terminal regasifikasi untuk wilayah Aceh dan Sumatera bagian Utara pada tahun 2015, Pemerintah Aceh sama sekali belum menyetorkan modal saham yang telah dialokasikan oleh pemerintah pusat.
“Sudah 6 tahun proyek produksi gas berlalu lalang melalui pipa Arun ke Belawan, Aceh tidak mendapatkan keuntungan apapun. Padahal keuntungan dari PAG itu sangat besar,” jelasnya.
Fadhli menjelaskan, dalam laporan yang dirilis Pertamina tahun 2019, PAG berhasil memperoleh laba bersih sebesar USD$ 34,42 juta pada tahun 2018, yang menunjukkan ada peningkatan 160 persen dari target perusahaan yang hanya sebesar USD$ 21,57 juta.
Laba bersih ini juga meningkat 40 persen dibandingkan realisasi tahun 2017 yang sebesar USD$ 24,52 juta.
“Kelalaian Pemerintah Aceh sejak kepemimpinan Zaini-Mualem hingga era Irwandi dan saat ini di bawah Pemerintah Nova menjadikan Aceh hanya sebatas penonton saja.
Aceh tidak mendapatkan keuntungan apapun dari PAG itu. Padahal keikutsertaan saham Aceh disitu dapat menjadi aset pendapatan alternatif bagi Aceh,” tambahnya.
Berdasarkan akta Nomor 9 tanggal 17 Januari 2020, komposisi kepemilikan saham di PAG adalah 99,5 persen milik PT Pertamina Gas dan 0,05 perse milik PT Pertagas Niaga (PTGN). Sedangkan saham milik Pemerintah Aceh sama sekali tidak ada, karenanya Aceh tidak mendapatkan keuntungan sepeserpun.
“Padahal keuntungan ada di depan mata, namun hanya sekedar lewat saja. Nihilnya keuntungan Aceh akibat kelalaian Pemerintah Aceh sendiri dalam mengoptimalkan peluang dan kesempatan penanaman modal saham yang sudah diberikan,” tegasnya.
Karenanya, tambah Fadhli, KMPAN meminta Pemerintah Aceh untuk segera menyetorkan sahamnya di Perta Arun Gas tersebut. Meskipun sudah sangat terlambat, ini dapat menjadi aset alternatif bagi pendapatan Aceh masa depan.
Saat ini Aceh belum mandiri secara ekonomi, pembangunan Aceh masih sangat bergantung pada dana otonomi khusus (Otsus).
“Aceh tidak bisa selalu mengharapkan pendapatan daerah dari dana Otsus. Dana Otsus itu berkala. Tahun 2023 nanti, dana Otsus sudah berkurang menjadi 1 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Jika memang tidak diperpanjang, tahun 2028 Aceh sudah tidak lagi disokong oleh dana Itsus.
Maka dari itu, Pemerintah Aceh harus segera memikirkan solusi jangka panjang untuk keberlanjutan denyut nadi perekonomian Aceh. Jika tidak, berarti kita sebenarnya sedang menabur angin yang suatu saat nanti akan berubah menjadi badai,” pungkasnya. (IA)