BANDA ACEH — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Tarmizi SP menilai sistem Subsidi Tepat MyPertamina yang dibuat untuk menyalurkan minyak bersubsidi untuk warga, belum tepat diterapkan di kawasan pelosok Aceh.
Sistem yang mengandalkan android itupun dianggap kurang jitu jika tujuannya menyasar masyarakat kurang mampu.
“Sistem yang dianggap solutif itu tepatnya diterapkan di kota, di Jakarta, misalnya,” ujar Ketua Fraksi Partai Aceh DPRA Tarmizi SP, dalam rapat koordinasi pengendalian dan pendistribusian jenis BBM di Aceh yang berlangsung di ruang Badan Anggaran DPR Aceh, Kamis, 5 Januari 2023.
Menurutnya jika sistem barcode atau aplikasi MyPertamina diterapkan di pedesaan atau kota kecil, maka hal tersebut akan mengalami kendala lantaran tidak semua masyarakat menggunakan Android seperti warga-warga di kota besar.
Hal tersebut setakat seperti pelaksanaan program belajar mengajar menggunakan sistem dalam jaringan atau daring yang pernah diterapkan oleh pemerintah beberapa waktu lalu.
Program-program yang bersentuhan dengan teknologi seperti itu justru dinilai tidak mampu dijangkau warga pedalaman, sehingga membuat mereka selaku warga miskin yang seharusnya mendapat jatah subsidi minyak justru kehilangan haknya.
“Di Aceh Barat, 70 persen pengguna kendaraan itu tidak mengerti barcode, enggak punya android supir-supir truk di gampong yang mereka itu butuh sepuluh trek mengangkut pasir itu bisa memenuhi kebutuhan makan dan angsuran, ini kacau,” papar Tarmizi SP di hadapan Sales Area Manager Retail Pertamina Aceh, Arwin Nugraha, dan Sales Branch Manager Rayon I Aceh PT Pertamina Patra Niaga, Staleva Putra Githa Daulay.
Selain itu, Tarmizi juga menyorot tentang pengurangan kuota BBM Subsidi yang diberikan Pemerintah Pusat untuk Aceh pada tahun 2023, dari sebelumnya 410 ribu kiloliter pada tahun 2022 menjadi 360 ribu kiloliter atau berkurang 10%.
Dia menyebutkan pengurangan kuota ini justru akan memperparah kondisi perekonomian di Aceh.
“Ini akan membuat kegaduhan yang luar biasa, bisa jadi nanti akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ini perlu dikaji kembali dengan Pemerintah Aceh, Kabinda, Organda, dan semua pihak yang terkait dengan ini. Ini bisa berdampak buruk juga pada Pj Gubernur Aceh dan bahkan bisa saja dia diganti karena hal ini,” kata Tarmizi SP.