Hal senada disampaikan Sekretaris Komisi III DPR Aceh Azhar Abdurrahman. Dia mengatakan saat ini diduga kecurangan penggunaan BBM subsidi justru dilakukan para pihak yang memiliki akses barcode untuk mengelola SPBU atau operator aplikasi Subsidi Tepat.
Selain itu, penerapan sistem barcode dan aplikasi MyPertamina ini juga tidak berjalan dengan penindakan.
“Spekulasi ini, dia mengelola setengah SPBU, hari ini berapa truk yang saya punya yang saya lewatkan barcode itu. Makanya ini tidak berjalan dengan penindakan, yang dibuat untuk entry data kan hanya untuk data saja, tapi masyarakat biasa sulit ini apalagi tidak ada android masyarakat biasa,” kata Azhar Abdurrahman.
Dia mengingatkan bahwa pengelola SPBU itu ibaratnya seperti pengusaha supermarket yang pelanggannya memiliki duit.
Dia pun menganggap bisa saja barcode tersebut dijual seperti sistem pembayaran menggunakan QRIS hari ini yang diterapkan di ritel-ritel serta rumah usaha.
“Asal udah bayar, ya selesai. Masalah darimana, mereka tidak mau tahu,” kata Azhar Abdurrahman lagi.
Sementara Kepala Seksi Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh Eulis Yesika, mengatakan kuota Solar subsidi yang diusulkan untuk Aceh pada tahun 2023 mencapai 613.292 Kiloliter.
Sementara pada tahun 2022, menurutnya, pemerintah Aceh mengusulkan 365.297 kiloliter solar kepada pemerintah Pusat.
Namun, kata Eulis, pada April 2022 Pemerintah Aceh kembali merevisi usulan solar untuk daerah ini menjadi 412 ribu kiloliter.
“Itu revisinya dari Pak Gubernur yang belum disetujui oleh BPH Migas, dan disetujui hanya 410 ribu kiloliter seperti yang kita dapatkan saat ini,” ungkap Eulis. (IA)