BANDA ACEH – Aceh Resource and Development (ARD) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Polemik Perbankan di Aceh dalam Membangun Investasi dan Transaksi Jelang PON XXI Tahun 2024 Aceh-Sumut”.
Kegiatan berlangsung di Resto Imperial Kitchen, Seutui, Banda Aceh, Rabu (14/9/2022).
Adapun yang menjadi pemateri dalam diskusi ini adalah Ketua Badan Legislasi (Banleg) dan anggota Komisi III DPRA Mawardi, Perwakilan OJK Aceh Muhammad Hakimi Sudarmi, praktisi hukum Safaruddin, akademisi Fakultas Hukum USK Mawardi Ismail, dan pengusaha Muhammad Iqbal Piyeung. Kegiatan FGD tersebut diikuti sekitar 15 peserta.
Dari FGD itu diketahui transaksi perbankan di Aceh sejak 4 Januari 2022 yang menerapkan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS), para pengusaha dan UMKM kesulitan dalam memasarkan produknya akibat perbankan nasional kovensional meninggalkan Aceh.
Ketua Banleg DPRA Mawardi menyambut baik diskusi yang gelar oleh ARD. Ia menjelaskan, pentingnya forum-forum serupa dilaksanakan untuk mengawal setiap proses legislasi yang ada di lembaga legislatif.
“Saya sepakat untuk ini ditinjau ulang, karena ada beberapa regulator lain seperti Qanun Wali Nanggroe sudah direvisi yang ketiga, lalu Qanun tentang Baitul Mal, jadi semua,” kata Mawardi.
Ia menyebutkan, bahwa landasan setiap regulasi di Aceh itu berdasarkan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). Mawardi mengatakan, UUPA hingga kini masih dalam tahapan revisi.
“UUPA ini sendiri juga sedang dalam tahapan revisi, sekarang tahapannya sudah sampai kepada penyiapan tim,” katanya.
“Pemerintah Aceh juga sepakat pasal-pasal mana yang harus diperkuat dalam konteks revisi terbatas dan bersyarat untuk memperkuat posisi Aceh dalam semua sektor,” tambahnya.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Mawardi Ismail, menyebutkan semestinya pemerintah melahirkan sebuah sistem yang permanen terkait perbankan di Provinsi Aceh. Menurut Mawardi, investasi bukan merupakan kerja sebentar, tapi kerja yang panjang serta berkesinambungan.