Hal yang sama dengan kinerja BPR/BPRS di Aceh, dimana total aset tumbuh sebesar 18,38% (yoy) menjadi Rp872,52 miliar, DPK tumbuh sebesar 19,50% (yoy) menjadi Rp549,55 miliar dan PYD tumbuh sebesar 17,90% (yoy) menjadi Rp571,86 miliar, dengan tingkat intermediasi (FDR) yang optimal mencapai 103,86%.
Komposisi pembiayaan BUS/UUS per jenis penggunaan, masih didominasi oleh konsumsi sebesar 68%, sementara Modal Kerja 22% dan Investasi 9%.
Selanjutnya, penyaluran porsi pembiayaan kepada UMKM tercatat sebesar 27,77%, relatif meningkat dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar 23%.
Yusri menyampaikan, stakeholder baik pemerintah daerah maupun pelaku usaha menaruh harapan yang tinggi kepada bank syariah yang saat ini beroperasional di Aceh lebih akseleratif seperti bank konvensional yang pernah beroperasional di Aceh, baik dari sisi penetrasi pembiayaan hingga fitur dan layanan.
“Berdasarkan data, pembiayaan bank di luar Aceh kepada pelaku usaha yang berlokasi di Aceh terus meningkat, sementara ruang FDR perbankan di Aceh masih dapat dioptimalkan,” jelas Yusri.
Secara individu, kata Yusri, masing-masing bank perlu lebih mengoptimalkan kinerja fungsi intermediasi, dimana market share pembiayaan di Aceh didominasi oleh dua bank saja, yakni BSI 49,76% dan Bank Aceh Syariah 47,53%.
Yusri juga menyampaikan kehadiran bank syariah di Aceh pasca pemberlakuan Qanun LKS sangatlah vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh.
Sehingga, perbankan diminta untuk lebih optimal melakukan penetrasi, khususnya di sektor usaha produktif yang diharapkan dapat memberikan efek multiplier lebih tinggi.
Regional CEO BSI Region 1 Aceh Wisnu Sunandar, turut meng-echo bahwa BSI mewarisi bisnis dari induknya yang merupakan Bank Himbara di Aceh (Bank Mandiri, BRI dan BNI). Saat ini BSI terus mengejar pengembangan fitur dan produk agar dapat memberikan layanan terbaik sesuai kebutuhan masyarakat dan pelaku usaha, termasuk memberikan pembiayaan pada segmen Commercial dan Corporate.
“BSI juga sedang membangun gedung kantor yang akan menjadi landmark pertama di Aceh, untuk memperlihatkan kepada seluruh stakeholders bahwa iklim usaha dan investasi di Aceh, aman dan prospektif,” tutur Wisnu.