Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman
Banda Aceh – Pada 1989 silam, Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh disingkat Bank BPD Aceh -kini Bank Aceh Syariah (BAS)- pernah menjadi perusahaan go public alias masuk ke dalam bursa efek dengan melakukan emisi obligasi yang dijual terbuka/TBK kepada masyarakat.
Saat itu, direktur utama bank milik pemerintah daerah tersebut dijabat oleh Syamsunan Mahmud. “Kondisi moneter kala itu sedang tidak stabil sehingga bank mengalami kesulitan likuiditas,” ungkap Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman, Kamis (2/7) di pendopo.
Menurut Aminullah yang saat itu ditunjuk sebagai ketua pelaksana go public tersebut, Bank Aceh melakukan kegiatan go public melalui emisi obligasi yang hanya sebesar Rp 5 miliar. “Saya mengetahui persis karena ditunjuk direksi sebagai ketua pelaksananya,” terangnya.
Obligasi yang diterbitkan Bank Aceh berjangka waktu lima tahun. “Dan laku keras di pasar bursa di bawah dukungan Ficorinvest -perusahaan yang bergerak di pasar efek saat itu,” sebut Aminullah yang menutup karir di Bank Aceh setelah menjabat direktur utama selama 10 tahun.
Dengan pengalaman tersebut, tambahnya lagi, maka setidaknya Bank Aceh sudah tercatat di pasar bursa saham sebagai bank yang mampu menjalankan amanah dengan baik.
Sebelumnya, Aminullah telah memberi masukan kepada jajaran direksi BAS untuk mengambil kebijakan yang pernah ia lakoni pada 1989 silam. “Ini untuk memenuhi modal setor Rp 3 triliun pada 2024 agar tidak turun peringkat menjadi bank BPR atau bank kecil nantinya,” katanya.
Hal dimaksud mengingat kemampuan setor modal dari pemilik untuk memenuhi Rp 3 triliun sangat minim. “Masih terjadi kekurangan sebesar Rp 1,9 triliun, atau rata-rata harus disetor oleh PSP maupun pemegang saham lainnya sebesar Rp 500 miliar per tahun,” ujarnya.
Dan berdasarkan pengalaman selama ini, para pemegang saham baru mampu menyetor Rp 100 miliar per tahun. “Hal itu sangat dimaklumi karena keuangan daerah juga harus membiayai pembangunan sektor lainnya,” tegas Aminullah.