Berbeda halnya dengan boat nelayan kecil yang hanya mendapat penghasilan sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu.
“Sekarang harapan kita itu betul-betul diregistrasi, kalau boat-boat itu didata betul. Sehingga BBM subsidi tidak salah sasaran,” ucapnya.
Dari informasi yang dia peroleh, untuk nelayan non subsidi juga mendapat harga spesial dari Pertamina atau bagi pelaku industri nelayan.
Menurut Nahrawi, nelayan kecil semakin terjepit setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM Subsidi.
“Sekarang saat nelayan mengeluhkan tidak mendapat BBM Subsidi, pemerintah menambah kuota, tapi yang memperoleh BBM tersebut tetap toke-toke boat besar yang melautnya berminggu-minggu dengan penghasilan puluhan hingga lebih dari 100 juta,” ungkapnya.
Tapi nelayan kecil tidak mendapatkan jatah BBM subsidi. Bisa dibilang hanya 20 persen BBM subsidi mengalir ke nelayan kecil, harusnya mereka yang diutamakan agar dapat mendorong ekonomi masyarakat bawah.
Meskipun di Aceh tidak ada industri tersebut, menurutnya hasil tangkapan nelayan yang menghasilkan ratusan juta sekali melaut masuk dalam kategori industri.
“Tidak ada industri (Aceh), tetapi ini digolongkan ke dalam industri nelayan. Hasil tangkapannya sudah satu minggu bawa pulang rezekinya hingga ratusan juta dan itu sudah tergolong industri,” pungkasnya. (IA)