Banda Aceh, Infoaceh.net – Transparansi Tender Indonesia (TTI) menuding Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Provinsi Aceh di bawah Kementerian PU telah melakukan pembohongan publik terkait pelaksanaan sejumlah proyek infrastruktur jalan pada tahun anggaran 2025.
Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, menyebut BPJN Aceh tidak konsisten antara data yang dipublikasikan di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) dengan kenyataan di lapangan.
Menurutnya, dalam SiRUP, beberapa proyek jalan dengan total nilai mencapai lebih dari Rp145 miliar tercantum akan dilaksanakan dengan metode tender cepat, namun faktanya diubah menjadi E-purchasing atau E-katalog Konstruksi tanpa penjelasan terbuka kepada publik.
“Kepala Balai BPJN Aceh telah melakukan pembohongan publik. Di SiRUP tertulis tender cepat, tapi dalam pelaksanaan malah berubah menjadi E-katalog. Ini mengaburkan transparansi pengadaan,” kata Nasruddin di Banda Aceh, Rabu (22/10/2025).
TTI mencatat sedikitnya sembilan paket pekerjaan jalan dengan total nilai Rp145,16 miliar, yang semula direncanakan tender cepat namun kini diproses melalui E-purchasing:
- Peningkatan Jalan Keude Peureulak – Leubok Pempeng Rp 14.094.300.000
- Peningkatan Jalan Batu Lintang – Tanah Abu Seksi 1 Rp 8.704.726.000
- Peningkatan Jalan Batu Lintang – Tanah Abu Seksi 2 Rp 22.645.274.000
- Perbaikan Jalan Panton Labu – Langkahan Rp 11.530.472.000
- Peningkatan Jalan Kembang Tanjung – Keude Ie Leubeu Rp 12.000.000.000
- Peningkatan Jalan Keude Lung Putu – Simpang Blang Gapu Rp 11.507.004.000
- Perbaikan Jalan Penosan – Keudah Rp 17.100.000.000
- Perbaikan Jalan Syiah Kuala Rp23.918.662.000
- Perbaikan Jalan Peukan Pidie – Jabal Ghafur – Teupin Raya Seksi 1 Rp23.663.228.000
TTI menyebut, seluruh paket tersebut hingga kini masih dalam proses dan belum menunjukkan keterbukaan terkait peserta maupun nilai penawaran.
Menurut TTI, penggunaan sistem E-purchasing dengan alasan efisiensi waktu justru tidak logis.
Sebab, tender cepat bisa diselesaikan dalam waktu tiga hari oleh Pokja Pemilihan, sementara E-katalog malah menutup akses publik terhadap proses penawaran.
“Dalam sistem E-purchasing, hanya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang memiliki akun dan dapat melihat seluruh proses. Publik sama sekali tidak tahu siapa peserta maupun nilai penawarannya,” ungkap Nasruddin.
Ia menambahkan, penggunaan E-katalog Konstruksi seharusnya tidak lagi disertai evaluasi administrasi dan teknis oleh Pokja, karena hal itu bertentangan dengan semangat kemudahan sistem tersebut.
“Kalau masih dilakukan evaluasi seperti tender umum, maka fungsi E-purchasing menjadi rancu. Lebih baik terbuka saja dengan tender umum yang bisa diawasi publik,” tegasnya.
Melihat potensi penyimpangan dalam proses pengadaan tersebut, TTI meminta Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Kejaksaan, untuk ikut mengawasi dan memeriksa hasil evaluasi pengadaan proyek jalan bernilai ratusan miliar rupiah itu.
“Kami berharap Kejaksaan dan lembaga pengawas lain proaktif meminta dokumen hasil evaluasi dari BPJN Aceh. Ini langkah penting untuk mencegah korupsi dan persekongkolan,” ujar Nasruddin.
TTI menegaskan, pengawasan publik harus dijamin karena proyek jalan bernilai besar ini menggunakan dana rakyat.
“Transparansi adalah kunci. Tanpa keterbukaan, pengadaan rawan menjadi lahan permainan,” tutupnya.