Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Carut Marut Proses Seleksi Dirut Bank Aceh, Jebakan Batman Bagi Pemegang Saham

Proses pelaksanaan assesmen dalam pemilihan Direktur Utama Bank Aceh Syariah dinilai jauh dari kata wajar sehingga menghadirkan polemik yang berkepanjangan

BANDA ACEH— Proses pelaksanaan assesmen dalam pemilihan Direktur Utama Bank Aceh Syariah (BAS) dinilai jauh dari kata wajar sehingga telah menghadirkan polemik yang berkepanjangan.

Juru Jubir Aceh Development Club (ADC) Ozy Rizki SE mengungkapkan, assesmen kali kedua yang dilakukan dalam pemilihan Dirut BAS menjadi preseden memalukan yang dipertontonkan di hadapan masyarakat oleh Dewan Komisaris BAS, Komite Remunerasi dan Nomirasi (KRN).

Menurutnya, penggunaan rekomendasi Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) sebagai media untuk menganulir para calon kandidat Dirut BAS yang diduga untuk memuluskan misi Dewan Komisaris melalui KRN terakhir terkuak di publik hingga menghadirkan keraguan publik dikarenakan ketidakjelasan indeks penilaian hingga adegan buang badan.

LPPI, yang katanya pihak ketiga yang digunakan KRN untuk assesmen Dirut BAS itu pada dasarnya hanya bertindak sebagai vendor penyedia jasa, dan LPPI bukanlah regulator.

“LPPI itu dibayar sesuai kontrak dan kerangka acuan kerjanya sesuai request pihak KRN/Dekom. Jadi, begitu mencuat indikasi seperti yang dicurigai publik terkait indeks yang digunakan untuk penilaian hingga melewatkan calon Dirut BAS yang secara track record kinerja di perbankan syariah dipertanyakan, maka hal yang dilakukan LPPI hanyalah buang badan,” sebut Ozy Rizki, Jum’at (24/2).

Secara struktur LPPI adalah anak usaha Bank Indonesia (BI) yang merupakan lembaga pendidikan dengan orientasi komersial bisnis jasa perbankan. Namun, mirisnya LPPI justru mengeluarkan rekomendasi 3 nama calon Dirut yang kabarnya tak pernah mengikuti sekolah tinggi perbankan di LPPI itu sendiri.

Proses yang tidak wajar itu sebenarnya sumbernya di KRN, sementara LPPI pasti akan ikut apa yang direquest oleh pengguna jasa, ini bisnis oriented.

Tapi, secara kelembagaan LPPI memang patut diduga telah mencederai kredibilitasnya sebagai lembaga pendidikan yg dikelola di bawah manajemen BI, karena dinilai telah subjektif dalam menjalankan fungsinya oleh kepentingan pihak tertentu.

“Sebagai anak usaha di bawah naungan BI, polemik BAS ini menjadi catatan hitam yang berpotensi merusak dan menciderai kredibilitas dunia perbankan khususnya di Aceh,” terang OzyRizki.

Untuk itu, Gubernur BI tentunya diharapkan tak hanya diam dan melakukan pendalaman bahkan mengaudit kinerja LPPI terkait polemik pemberian rekomendasi abal-abal tanpa indeks penilaian yang jelas.

Berikutnya, setidaknya ada tiga hal yang harus menjadi pertimbangan para peserta RUPS terkait diterima atau ditolaknya hasil fit and propert test yang telah dilakukan oleh OJK, yakni :

Pertama, Bupati/Wali Kota selaku pemegang saham semestinya mempertanyakan kenapa tidak dilibatkan dalam proses pemberhentian Dirut dan penetapan proses pemilihan seleksi calon Dirut pengganti.

Kedua, siapa yang akan bertanggung jawab bila terjadi dis-trust dan BAS semakin terpuruk dan siapa yang bisa menjamin bahwa calon Dirut ini mampu kredible untuk memimpin BAS dengan kapasitas calon Dirut yang ada sekarang.

Ketiga, berdasarkan mekanisme proses dan tahapan yang dilakukan oleh Komite KRN/Dekom BAS yang tidak prosedural dan terkesan penuh intrik konflik kepentingan serta tidak melalui RUPS terlebih dahulu itu, maka terlalu riskan menetapkan seorang calon Dirut yang notabenenya secara teknis dan norma korporasi dilakukan lompatan jenjang eselonnya terlalu jauh.

“Perlu dicatat tupoksi seorang Dirut bukan hanya soal operasional, tapi soal bisnis strategis sebuah perbankan, kebijakan dan kemampuan manajerial serta leadership, daya jelajah dan mobilitas serta hal-hal yang bersifat psikologis internal maupun eksternal,” sebut Ozy Rizki yang juga Alumni Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh ini.

Tentunya, terlalu riskan untuk posisi strategis di lembaga bisnis keuangan kalau dipaksakan sesuai hasrat politik pihak tertentu.

Semua pihak harus paham bank ini bukan seperti mengelola dinas di pemerintahan.

Melihat proses pemilihan Dirut BAS saat ini, semua berpulang kepada peserta RUPS yakni Bupati/Walikota dan Pj Gubernur Aceh.

“Apakah mereka secara kolektif siap bertanggung jawab dan mempertaruhkan masa depan BAS, bila menerima penetapan Dirut yang mereka tidak pernah dilibatkan sejak awal dalam prosesnya sesuai aturan dan prosedur.

Tentunya kita berharap gubernur/bupati/walikota agar berhati-hati dan benar-benar harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam menentukan kebijakan memilih pengurus bank.

Dan sekali lagi sumber kegaduhan dan sengkarut masalah pihak-pihak yang diduga menggiring Pj Gubernur bertindak secara personal sebagai PSP tanpa melalui mandat RUPS haruslah segera dibereskan dulu, baru kemudian dilakukan bidding ulang menurut aturan yang semestinya,” ungkapnya.

Perlu diingat oleh semua pihak bahwa BAS itu walaupun yang memegang saham adalah gubernur, bupati dan walikota, tapi pada hakekatnya hampir 70% dana yang dikelola adalah dana masyarakat, sementara hanya sekitar 30% dana pemda.

Jadi, keputusan yang dilakukan oleh pemegang saham nantinya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

“Jangan sampai gegara nila setitik, rusak susu sebelanga atau jangan pula muncul istilah KRN dan Dekom makan nangka, para pemegang saham kena getahnya, karena masuk dalam jebakan batman,” pungkasnya. (IA)

author avatar
Redaksi
Redaksi INFOACEH.net

Lainnya

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tutup