BANDA ACEH — Perintah penutupan tempat usaha warung kopi dan rumah makan termasuk pedagang kuliner kaki lima di Kota Banda Aceh sebelum pukul 23.00 Wib seperti yang disampaikan Satgas Covid-19 telah berdampak pada kerugian dialami oleh pelaku usaha tersebut.
Dimana para pelaku usaha kuliner yang berjualan menggunakan rak misalnya penjual juice, mie dan nasi goreng, sate, roti bakar dan kuliner lainnya ada yang hanya membuka usahanya pada malam hari saja, seperti di kawasan Peunayong, Simpang Surabaya, Jambo Tape, dan sejumlah tempat lainnya.
Hal itu seperti disampaikan Daniel Abdul Wahab, Anggota DPR Kota Banda Aceh, Rabu (2/6). Daniel mengaku banyak menerima keluhan dari para pelaku usaha tersebut terkait aturan batas waktu berjualan dalam rangka mencegah Covid-19 di malam hari.
“Jadi mereka ada yang hanya berjualan sejak menjelang magrib hingga larut malam sampai habis dagangannya, tapi karena aturan pembatasan jam operasional tempat usaha itu yang mengharuskan penutupan sebelum pukul 23:00 Wib, minimal ada dispensasi misal jam 11 malam ke atas berlaku take way (beli bungkus), kan sayang mereka yang hanya mulai buka usaha pukul 8 malam, goh laku ka payah top (belum laku sudah harus tutup-red), tentu saja mereka mengalami kerugian karena dagangannya belum laku habis,” demikian kondisinya ungkap Daniel Abdul Wahab.
Kemudian ada juga keluhan pelaku usaha warung kopi yang sudah mengikuti aturan penutupan warung sebelum pukul 23.00 WIB malam, warungnya sudah ditutup namun karena masih ada pelanggan masih duduk nongkrong, pada saat petugas Satgas Covid-19 datang langsung menyegel tempat usahanya.
“Akibat ulah pelanggan yang masih nongkrong itu, pemilik warung menjadi korban, yang seperti ini perlu dilakukan pengkajian lagi” bebernya.
Begitupun dalam proses penindakan oleh petugas, perlu adanya kajian yang komprensif, sistematis dan terukur. Kadang warung terlihat ramai, datang petugas langsung menyegel, kadang kala itu bukan kesalahan dari pemilik warung.
Karena itu, dalam hal menjatuhkan sanksi terhadap pelanggar protokol Kesehatan, tentu masih ada sanksi-sanksi lain yang lebih baik sebelum memberikan sanksi penyegelan tempat usaha.
“Seharusnya ada sanksi yang diberikan terlebih dahulu dapat berupa teguran tertulis, dengan membuat surat pernyataan, jika masih melanggar maka baru dilakukan penyegelan tempat usaha sehingga tidak terkesan arogan dengan langsung menjatuhkan sanksi,” katanya.
Daniel menyebutkan, penyegelan tempat usaha juga dapat mematikan ekonomi masyarakat, dan hal ini tidak sejalan dengan program pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi rakyat yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 yang masih terus mendera.
“Petugas kedepankan langkah persuasif dalam penindakan para pelanggar dan tentu juga dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat juga. Pemerintah melakukan penindakan secara persuasif,” ujar politisi Partai NasDem ini.
Kemudian terhadap tempat usaha-usaha yang dilakukan penyegelan, ia berharap kepada pemerintah selaku pemangku kebijakan dalam hal memberikan saksi kepada mereka untuk jangan terlalu lama apalagi sampai batas waktu yang tidak ditentukan, mereka itu punya karyawan, tentu saja ini akan menambah lagi penganguran.
Setiap tempat usaha, paling tidak memperkerjakan 5-20 orang karyawannya, jika dikalikan dengan puluhan tempat usaha yang telah ditutup, bagaimana pemilik usaha akan membayar gaji para karyawannya.
“Atas keluhan masyarakat itu, kita meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali mekanisme penyegelan tempat usaha dan untuk memproses pengurusan buka kembali tempat usaha yang telah disegel susuai dengan SOP di tentukan bersayarat serta memberikan informasi tempat dan syarat kepada mereka secara jelas sehingga mereka mengikuti sesuai SOP yang ada, karena ini sangat berdampak pada perekonomian masyarakat,” ujar politisi muda ini.
Walau bagaimanapun, kata Daniel, pemilik usaha tersebut punya kontribusi untuk pemerintah daerah dalam meningkatkan Pedapatan Asli Dearah(PAD).
Daniel AW mengatakan, ia sangat sepakat terkait penerapan aturan Protokol Kesehatan (yang ketat di tempat usaha, namun mekanisme penindakan pelanggar jam operasional usaha itu perlu dilakukan evaluasi ulang dengan langkah-langkah persuasif dulu, karena hal tersebut sangat berefek pada perekonomian masyarakat.
“Saya berharap pemerintah dan Satgas Penanganan Covid-19 dapat mengevaluasi kembali mekanisme penindakan penyegelan tempat usaha. Pelaksanaan di lapangan juga harus dilakukan secara persuasif,” tutur Daniel AW.
Ia juga berharap, agar masyarakat pelaku usaha tetap bisa melakukan aktivitas usahanya namun tetap dengan perapan protokol kesehatan (prokes) covid-19 yang ketat.
“Kita sangat sepakat, prokes covid-19 itu diperketat dalam rangka pencegahan covid-19, namun jangan sampai mematikan perekonomian masyarakat juga yang sedang sulit karena dampak pandemi covid-19 ini,” ujarnya.
Begitu juga, Daniel berharap kepada warga kota dan pemilik warung juga harus saling bekerja sama dalam rangka pencegahan covid-19 di Aceh, sama-sama taat terhadap Protokol Kesehatan dan aturan-aturan pemerintah.
Kepada kepada warga dan pelaku usaha, Daniel AW juga berharap agar bek batat dan bek tungang (bandel), mari saling menjaga masing-masing demi kemaslahatan bersama. (IA)