Banda Aceh, Infoaceh.net — Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh mencatat, laju inflasi di Tanah Rencong pada Oktober 2025 mengalami peningkatan sebesar 4,66 persen secara tahunan (year on year/y-on-y) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 111,16.
Angka ini menunjukkan kenaikan harga berbagai komoditas kebutuhan masyarakat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Aceh, Tasdik Ilhamuddin, dalam keterangan resmi di Banda Aceh, Senin (3/11/2025), menyebutkan bahwa inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Aceh Tengah dengan persentase mencapai 5,95 persen dan IHK sebesar 113,45, sedangkan inflasi terendah terjadi di Kota Banda Aceh sebesar 3,93 persen dengan IHK 110,11.
“Secara umum, perkembangan harga berbagai komoditas pada Oktober 2025 menunjukkan adanya kenaikan di sebagian besar kelompok pengeluaran, terutama kelompok makanan, minuman, dan tembakau,” ujar Tasdik.
BPS mencatat inflasi tahunan (y-on-y) di Aceh disebabkan oleh meningkatnya harga di sebagian besar kelompok pengeluaran.
 Kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami kenaikan paling tinggi sebesar 8,97 persen, disusul kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 13,49 persen, pakaian dan alas kaki naik 2,65 persen, transportasi naik 1,51 persen, serta perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga meningkat 0,57 persen.
Kenaikan juga terjadi pada kelompok kesehatan (2,87 persen), rekreasi, olahraga dan budaya (1,91 persen), penyediaan makanan/minuman atau restoran (1,39 persen), serta informasi, komunikasi dan jasa keuangan (0,06 persen).
Sementara itu, terdapat dua kelompok pengeluaran yang justru mengalami penurunan indeks harga, yaitu perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar -0,15 persen, serta pendidikan sebesar -0,16 persen.
Cabai Merah dan Beras Jadi Pendorong Utama Inflasi
Berdasarkan hasil pemantauan harga di lima kabupaten/kota, 10 komoditas utama yang mendorong inflasi tahunan (y-on-y) pada Oktober 2025 adalah:
 cabai merah, emas perhiasan, beras, sigaret kretek mesin (SKM), ikan dencis, ikan tongkol/ambu-ambu, ikan bandeng/bolu, telur ayam ras, ikan kembung/gembung, dan minyak goreng.
Sebaliknya, komoditas yang memberikan andil deflasi atau menahan laju kenaikan harga adalah udang basah, bawang putih, sekolah menengah atas, angkutan udara, sekolah menengah pertama, tempe, popok bayi sekali pakai (diapers), pisang, mainan anak, dan sabun detergen bubuk.
Selain inflasi tahunan, BPS juga mencatat tingkat inflasi bulanan (month to month/m-to-m) di Aceh pada Oktober 2025 sebesar 0,12 persen, sementara inflasi sejak awal tahun (year to date/y-to-d) mencapai 3,68 persen.
Komoditas yang mendorong inflasi bulanan antara lain emas perhiasan, cabai merah, wortel, ikan tongkol, telur ayam ras, angkutan udara, SKM, shampo, minyak goreng, dan kentang.
 Sedangkan penyumbang deflasi bulanan meliputi bawang merah, cabai rawit, beras, daging ayam ras, cabai hijau, tomat, ikan dencis, buncis, bawang putih, dan kol putih/kubis.
Kelompok makanan, minuman dan tembakau menjadi penyumbang terbesar terhadap inflasi Aceh dengan andil 3,28 persen, disusul perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,77 persen) serta transportasi (0,16 persen).
 Sementara kelompok yang menahan inflasi adalah perlengkapan rumah tangga dan pendidikan, masing-masing memberikan andil deflasi -0,01 persen.
BPS: Perlu Antisipasi Kenaikan Harga Pangan
Tasdik Ilhamuddin mengingatkan, tren inflasi yang cukup tinggi di sektor pangan perlu menjadi perhatian pemerintah daerah menjelang akhir tahun.
“Kenaikan harga bahan makanan, terutama cabai dan beras, memberikan tekanan paling besar terhadap inflasi Aceh. Perlu penguatan koordinasi antara pemerintah daerah, Bulog, dan instansi terkait agar distribusi dan pasokan tetap stabil,” ujarnya.
Dengan laju inflasi mencapai 4,66 persen, Aceh termasuk salah satu provinsi dengan tekanan harga yang relatif tinggi pada akhir 2025, terutama di wilayah tengah dan pesisir yang bergantung pada pasokan dari luar daerah.



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 