HUDA Minta Pemerintah Aceh Tutup Peluang Kembalinya Bank Konvensional dan Segera Perbaiki Bank Syariah
Tgk Helmi juga menyebutkan, peserta mubahasah juga mendorong adanya pelibatan MPU dan HUDA dalam membimbing pengusaha dan pelaku bisnis untuk mengikuti etika bisnis Islam. Ini mencakup transparansi, kejujuran, dan tanggung jawab sosial dalam aktivitas bisnis.
Perlu adanya edukasi dan sosialisasi dalam rangka peningkatan kesadaran tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah di kalangan HUDA dan masyarakat. Ini dapat dilakukan melalui tabligh dan program pelatihan yang membahas manfaat dan nilai-nilai ekonomi syariah.
Poin lainnya hasil mubahasah yaitu memandang perlunya kolaborasi antara Pemerintah, Pegiat Lembaga Keuangan Syariah, Pegiat Pariwisata Halal, Pegiat Zona Halal: menciptakan kebijakan (road map) yang mendukung pengembangan ekonomi syariah.
Ulama dapat memberikan masukan dan dukungan moral untuk kebijakan yang mendukung prinsip-prinsip syariah.
Selain itu, juga mendorong pengurangan Impor beras dengan memproduksikan lahan sawah. Dapat melakukan program berwakaf untuk membeli sawah dan memproduksikan ya secara professional untuk swasembada.
Mendorong pemanfaatan harta wakaf untuk sebesar-besarnya menekan angka kemiskinan dengan zakat produktif.
Mengurangi ekspor hasil tambang dan Gas Alam dan meningkatkan ekspor kopi dan rempah-rempah.
Perbaiki Bank Syariah: Cegah Ketimpangan Antara Praktik di Lapangan dengan Isi Qanun LKS
Ketua Tim Mubahasah Dr Tgk Helmi Imran dalam paparannya menyebutkan, berdasarkan temuan ada beberapa hal yang perlu diperbaiki adalah perihal eksistensi Qanun/Pijakan Qanun LKS dimana terjadi ketimpangan antara praktik di lapangan dengan Qanun LKS, dan diharapkan agar praktik bank syariah dapat betul-betul sejalan dengan isi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Beberapa poin yang dipertanyakan berdasarkan temuan kata Tgk Helmi yaitu Pertama, terkait denda finansial dalam rangka penertiban nasabah yang mengacu kepada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Nomor 17 Tahun 2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, dimana pada butiran keputusan poin Nomor 5 tertulis: “Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.”