Jika sampai untuk Dirut Bank Aceh Syariah nantinya dijabat oleh orang luar, maka hal itu sama saja dengan mempermalukan dan menampar wajah orang Aceh.
Teuku Taufiqulhadi menjelaskan, sebagai orang Aceh, dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana pendapat orang, di bumi yang telah mempraktekkan syariat Islam bertahun-tahun, ada asumsi bahwa tidak ada satupun putra Aceh memiliki kemampuan untuk memimpin sebuah bank syariah yang sederhana tersebut.
Itu sungguh tidak masuk akal. Soal profesionalitas, bankir dari Aceh juga bertebaran di mana-mana. Mereka sangat profesional.
Maka jika kemudian posisi Dirut Bank Aceh Syariah itu diberikan kepada orang luar, maka itu bisa menampar muka orang Aceh semua.
“Apa kata orang terhadap kita, sebuah provinsi yang menerapkan syariat Islam tidak paham Bank Aceh yang bersyariah,” kata Teuku Taufiqulhadi dalam pernyataannya, Ahad (15/1).
Oleh sebab itu, Taufiqulhadi berharap, masalah Dirut BAS ini jangan menempatkan orang Aceh pada posisi bertanya-tanya lagi, apakah putra Aceh yang ditunjuk atau membawa orang lain ke sini. Dirut BAS itu, menurut Taufiqulhadi, adalah hak putra Aceh sendiri.
Lebih lanjut Teuku Taufiqulhadi mengatakan, jika Pj Gubernur adalah orang Aceh, maka ia akan mencari cara agar putra Aceh lah yang menjadi Dirut Bank Aceh Syariah, bukan orang dari luar.
“Saya tidak yakin, dari jutaan orang Aceh tersebut tidak satupun yang memenuhi kualifikasi, baik dari segi profesionalitas maupun pemahaman syariah,” kata Taufiqulhadi.
Namun, karena Pj Gubernur Aceh bukan orang Aceh, maka komitmen ini mungkin tidak ada pada beliau. Ia tidak memiliki beban untuk membawa orang luar jadi Dirut Bank Aceh Syariah.
“Kalau ada komitmen, ia akan mencari cara dan mencari dasar untuk menjadikan orang Aceh sebagai Dirut Bank Aceh Syariah,” pungkasnya. (IA)