Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Legalisasi Tambang Rakyat, Jalan Tengah Penertiban Tambang Ilegal di Aceh

Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem menegaskan sikap keras terhadap praktik tambang ilegal di Aceh. Ia memberi ultimatum agar seluruh alat berat segera dikeluarkan dari hutan, seraya menyiapkan Instruksi Gubernur untuk menata dan menertibkan tambang ilegal, yang nantinya diarahkan agar bisa dikelola oleh masyarakat dan UMKM.
Ketua lDPC APRI Aceh Selatan, Delky Nofrizal Qutni bersama Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem

Kerugian ekonomi akibat tambang ilegal ini pun tidak main-main. Dari potensi emas dan mineral yang ditambang tanpa izin, Aceh kehilangan setidaknya ratusan miliar rupiah PAD setiap tahun.

Hitungan kasar, jika 1.000 ekskavator rata-rata menghasilkan dua kilogram emas per bulan, maka ada sekitar 24 ton emas yang keluar setiap tahun tanpa mekanisme pajak dan royalti resmi.

Dengan harga emas rata-rata Rp1,2 miliar per kilogram, potensi ekonomi yang “hilang” mencapai Rp28 triliun per tahun.

Angka ini kontras dengan penerimaan resmi dari sektor pertambangan Aceh selama lima tahun terakhir yang hanya sekitar Rp1,58 triliun dari royalti dan iuran tetap.

Inilah “kebocoran” yang disebut Delky sebagai akibat dari absennya regulasi.

Menurut Delky, ketidakjelasan status tambang rakyat hanya memperlebar jurang ketidakadilan.

Ribuan keluarga penambang rakyat diposisikan sebagai kriminal, sementara perusahaan besar bebas mendapat izin eksplorasi.

Ia mendesak Gubernur Aceh menghentikan sementara pemberian izin baru kepada perusahaan tambang sampai peta wilayah pertambangan ditetapkan dengan jelas.

Skema pembagian WIUP, WPR, dan WIUPK harus dituntaskan terlebih dahulu agar rakyat tidak terus-menerus menjadi penonton.

Delky mengusulkan agar eksplorasi dan eksploitasi dilakukan secara partisipatif melalui koperasi pertambangan, sementara pemerintah mendorong hilirisasi melalui investasi sebagaimana visi Presiden Prabowo Subianto.

Dengan begitu, hasil tambang bisa memberi manfaat langsung kepada masyarakat di hulu, sementara investasi hilir tetap berjalan untuk menambah nilai tambah dan lapangan kerja baru.

Selain itu, Delky menilai setiap daerah penghasil tambang di Aceh perlu membentuk BUMD khusus pertambangan.

BUMD ini akan menjadi instrumen hukum sekaligus ekonomi untuk memperkuat posisi tawar daerah. Model ini sudah terbukti berhasil di Kalimantan dan Sulawesi, yang mampu meningkatkan PAD dan memberi kontrol lebih kepada pemerintah daerah atas aktivitas pertambangan.

Delky meyakini mayoritas tambang ilegal yang beroperasi dengan akan berat tersebut bukan dari masyarakat, tetapi dari pihak lainnya.

author avatar
dara adinda

Kasih Komentar

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Lainnya

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tutup