OJK Nilai Kinerja Perbankan Aceh Stabil, Pembiayaan Meningkat Aset Menurun
TAKENGON — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh menilai kondisi Industri Jasa Keuangan di Provinsi Aceh sampai dengan Juni 2023 atau Semester I 2023 tetap stabil dan resilien dengan fungsi intermediasi yang baik, likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Aceh pada Triwulan II-2023 tetap stabil dan tercatat sebesar 4,37 persen (yoy) dan sedikit lebih rendah dari periode Triwulan I-2023 sebesar 4,63 persen (yoy), namun diikuti dengan inflasi yang terkendali di bulan Juli 2023 sebesar 2,02 persen (yoy) lebih rendah dari inflasi Juni 2023 sebesar 2,70 persen (yoy).
Hal itu disampaikan oleh Kepala OJK Aceh Yusri Sabtu malam (19/8/2023) kepada awak media saat pemaparan kinerja keuangan Perbankan di Aceh Semester I 2023 di Takengon, Aceh Tengah.
Menurut Yusri, kondisi tersebut menjadi salah satu sebab Lembaga Jasa Keuangan semakin percaya diri untuk mengoptimalkan pemasaran produk dan fungsi intermediasi.
Di sisi lain, OJK Aceh juga senantiasa menjaga aspek perlindungan konsumen serta melakukan program literasi dan inklusi keuangan melalui ekosistem keuangan inklusif di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) dan mendorong akses keuangan terhadap pelajar/santri dan pemuda di Aceh serta porsi pembiayaan UMKM relatif tumbuh dari bulan sebelumnya (Juni 2023).
Kinerja intermediasi Bank Umum Syariah (BUS) di Aceh senantiasa tumbuh, dimana pada Juni 2023 pembiayaan tumbuh 10,52 persen yoy menjadi Rp 36,10 triliun dan tumbuh 1,49 persen dari Mei 2023 sebesar Rp 35,57 triliun.
Total aset perbankan Aceh mengalami penurunan pada Juni 2023 yakni Rp 52,663 triliun dibandingkan dengan Mei 2023 yang mencapai Rp 52,938 triliun.
Finance to Deposit Ratio (FDR) BUS di Aceh pada Juni 2023 tercatat 92,90 persen atau lebih tinggi dari FDR BU nasional sebesar 82,75 persen selain disebabkan peningkatan pembiayaan juga karena Dana Pihak Ketiga (DPK) sedikit turun sebesar 0,31 persen (mtm) dari Rp 38,98 triliun menjadi Rp 38,86 triliun.