OJK Nilai Kinerja Perbankan Aceh Stabil, Pembiayaan Meningkat Aset Menurun
Potensi ekonomi di Aceh masih sangat memungkinkan bagi perbankan di Aceh untuk melakukan ekspansi pembiayaan, khususnya pembiayaan korporasi.
Hal ini didukung dengan selisih pembiayaan lokasi bank terhadap lokasi proyek di Aceh Desember 2022 sebesar Rp 15,06 triliun (lokasi proyek Rp 49,29 triliun) turun dibandingkan Juni 2023 menjadi Rp 12,87 triliun (lokasi proyek Rp48,97 triliun).
Kinerja intermediasi BPR/BPRS di Aceh senantiasa mengalami akselerasi dimana pembiayaan pada Juni 2023 tumbuh sebesar 18,64 persen (yoy) menjadi Rp 662 miliar dan DPK tumbuh 5,64 persen (yoy) menjadi Rp 543 miliar.
Rasio pembiayaan (Financing to Deposit Ratio/FDR) BPR/S di Aceh pada Juni 2023 sangat optimal mencapai 121,92 persen dengan rasio NPF sebesar 8,27 persen, dimana rasio NPF tersebut senantiasa lebih rendah dibandingkan dengan rasio NPF BPR/BPRS nasional sebesar 8,99 persen.
Porsi pembiayaan Modal Kerja sebesar 53,47 persen dari total pembiayaan, diikuti dengan Konsumsi 29,15 persen dan Investasi sebesar 17,37 persen.
Selanjutnya, porsi penyaluran BPR/S kepada UMKM tercatat sebesar 77,19 persen dan kepada non UMKM sebesar 22,81 persen.
Berdasarkan lapangan usaha, porsi terbesar masih didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 33,68 persen, diikuti oleh sektor bukan lapangan usaha lainnya serta rumah tangga sebesar 29,13 persen, dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 7,28 persen.
OJK mendorong BPR/BPRS melakukan konsolidasi agar lebih efisien serta memperkuat kemampuan ekspansi usaha dan pengembangan TI agar dapat berkompetisi dengan jasa keuangan lainnya yang telah menawarkan produk melalui media elektronik dan layanan digital.
Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan konsolidasi BPR/BPRS milik pemerintah daerah melalui induk usaha BUMD lainnya sebagai anchor bank yang telah memiliki kemampuan permodalan dan teknologi yang kuat. (IA)