Jika kondisi ini terus berlarut, Nahrawi menilai Aceh jadi terisolir secara nasional dan internasional dalam urusan transaksi keuangan.
“Akses dan layanan keuangan yang bisa dinikmati oleh saudara-saudara kita di seluruh Indonesia tidak bisa dinikmati di Aceh. Itu cukup besar pengaruhnya bagi dunia usaha dan bagi perekonomian Aceh.”
“Siapapun yang akan berurusan di Aceh, baik untuk bisnis maupun berkunjung untuk tujuan wisata, ada variable baru yang harus diperhitungkan, yaitu masalah transaksi keuangan,” tambah Nahrawi.
Nahrawi berharap, Qanun LKS yang punya tujuan baik dan mulia serta sesuai dengan nilai-nilai keAcehan dapat menyelesaikan proses transisi ini.
“Sejatinya sebelum bank syariah ini siap dalam artian berada pada level yang ideal untuk pelayanan, maka bank konvensional harus tetap dibolehkan beroperasi untuk melayani masyarakat,” ujar Nahrawi.
Transformasinya, terang Nahrawi, akan berjalan dengan smooth dan smart. Di sisi lain, katanya, bank yang akan mengambil estafet pelayanan punya waktu yang cukup untuk meningkatkan sistem IT-nya, mengupgrade man powernya, dan memperkuat networkingnya dengan bank-bank nasional dan internasional.
“Bank konvensional masih dibutuhkan hingga bank-bank syariah siap dan berada pada level yang sama dalam memberi layanan keuangan kepada masyarakat,” ucap Nahrawi. (IA)