BANDA ACEH — Manajer Umum dan Keuangan PT Pelindo Cabang Malahayati, Fakhrurrazi, mengatakan Pelindo menyambut baik upaya dari DPRA dan jajaran SKPA Pemerintah Aceh yang berkeinginan menghidupkan kembali pelabuhan di Aceh, khususnya Pelabuhan Malahayati.
“Kami sangat berterima kasih atas upaya dari DPRA dan seluruh instansi yang ada di Aceh yang berkeinginan dan berupaya agar pelabuhan di Aceh hidup. Kami juga berharap agar semua barang yang ada di Aceh ini bisa diekspor melalui Pelabuhan Malahayati,” harap Fakhrurrazi.
Hal itu disampaikannya saat menyambut Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Qanun (Raqan) Tata Niaga Komoditas Aceh (TNKA) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) berkunjung ke Pelabuhan Malahayati Aceh Besar, Selasa sore (5/10).
Kunjungan itu dilakukan guna meninjau kesiapan pelabuhan tersebut dalam melakukan kegiatan ekspor komoditas Aceh jika nantinya Qanun TNKA disahkan, serta mencari masukan untuk penyempurnaan rancangan qanun TNKA.
Sementara itu, Manajer Bisnis PT Pelindo Cabang Malahayati, Anthony, mengatakan Pelabuhan Malahayati, telah memiliki kesiapan dalam melakukan kegiatan ekspor. Apalagi, kata dia, Pelabuhan Malahayati memiliki Humber Mobile Crane (HMC).
“Pelabuhan Malahayati, satu-satunya pelabuhan di Aceh yang memiliki HMC ini. Namun bulan lalu, HMC ini ini telah menjadi perdebatan di Pelindo, karena hasil produksinya tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Kami terbebani dengan adanya HMC ini, tapi kami ingin HMC ini tetap di sini. Karena, dengan adanya dia di sini, sebelumnya ada PT SPIL yang pernah membawa kargonya, namun sudah stop Agustus kemarin karena mengangkut kontainer kosong,” jelas Anthony.
Selain itu, dia juga menjelaskan, Pelabuhan Malahayati juga memiliki sekitar 7.000 meter persegi tempat penumpukan sementara (TPS) untuk peti kemas atau kontainer sebelum dilakukan pengapalan, yang juga telah memiliki izin dari Bea Cukai.
“Jadi pelabuhan Malahayati sudah siap untuk melakukan kegiatan ekspor,” jelasnya.
Selama ini, dia juga menjelaskan, Pelabuhan Malahayati juga telah melakukan kegiatan ekspor barang yang ada di Aceh, namun komoditasnya hanya jumlah kecil.
“Sekarang ini, yang sedang melakukan pengapalan sekitar 22 ribu ton itu kapal yang mengangkut pozolan atau bahan pembuat semen. Di Aceh, ada dua perusahaan yakni PT Samana dan PT Aceh Kiat Beutari yang melakukan pengapalan Pozolan di sini,” ujarnya.
Hanya saja, kata Anthony, kedalaman Pelabuhan Malahayati belum tercukupi, di mana saat ini hanya memiliki kedalaman 8,2 meter.
“Kami sudah mengajukan usulan agar dilakukan pengerukan kedalaman mencapai 12 meter. Karena jika kedalamannya lebih dalam, maka kapal bisa mengangkut muatan hingga 50 ribu ton. Jadi, pozolan ini mereka hanya bisa mengangkut sekitar 22 ribu ton, itu mereka rugi, jadi mereka harus bisa mengangkut hingga 50 ribu ton baru mereka untung,” ungkapnya.
PT Pelindo, Anthony menegaskan, mendukung upaya kontainerisasi di Pelabuhan Malahayati bisa dilakukan. Sebelumnya, PT Pelindo juga telah mendatangkan kapal dengan muatan 70 box peti kemas.
“Biayanya kami gratiskan, tapi sangat disayangkan dua bulan kapalnya terduduk di sini tidak ada yang pakai. Jadi, jika ditanya apakah Pelindo siap atau Pelindo mendukung? Kami mendukung, tapi kami tidak bisa begerak di luar pagar ini. Di luar itu yang perlu pergerakan ke kami (membawa barang ke pelabuhan),” tegas Anthony.
Usai berdiskusi selama labih kurang 2 jam bersama manajemen PT Pelindo, Tim Pansus TNKA bersama sejumlah jajaran SKPA melihat langsung proses pengapalan semen di Pelabuhan Malahayati dan melihat Humber Mobile Crane yang ada di pelabuhan itu. (IA)