BANDA ACEH – Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar tidak lagi jadi entry poin atau pintu masuk perjalanan luar negeri. Kecuali hanya untuk program keberangkatan jamaah haji.
Hal ini sesuai dengan aturan terbaru yang diterbitkan dalam Surat Edaran (SE) Satgas COVID-19 Nomor 19 tahun 2022 tentang protokol kesehatan perjalanan luar negeri pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19.
Dimana, pada poin protokol disebutkan bahwa Bandara Sultan Iskandar Muda hanya dibuka selama program haji atau 4 Juni hingga 15 Agustus 2022.
“Pintu masuk (entry point) sebagaimana dimaksud pada angka 1.a.xi, 1.a.xii., 1.a.xiii., 1.a.xiv., 1.a.xv., dan 1.a.xvi. hanya ditujukan sebagai pintu masuk (entry point) bagi PPLN yang terlibat dalam program haji dan dibuka dalam rentang waktu 4 Juni 2022 hingga 15 Agustus 2022,” demikian tertulis dalam SE tersebut.
Senator DPD RI asal Aceh HM Fadhil Rahmi Lc MA mengatakan, penghapusan Bandara SIM Blang Bintang, Aceh Besar sebagai pintu masuk perjalanan luar negeri melanggar MoU Helsinki yang disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005.
“Ada dua poin yang perlu ditanggapi dan dipertanyakan. Pertama melanggar MoU Helsinki dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA),” ujar senator yang akrab disapa Syech Fadhil ini, dalam keterangannya, Ahad (5/6/2022).
Kata Syech Fadhil, salah satu kewenangan Aceh sebagaimana yang tercatat dalam MoU Helsinki poin 1.3.7 berbunyi, ”Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing, melalui laut dan udara.”
Kemudian dalam UUPA pada pasal 165 berbunyi, “Ppenduduk di Aceh dapat melakukan perdagangan dan investasi secara internal dan internasional sesuai peraturan perundang-undangan.”
“Jadi jelas, secara kebijakan, SE tadi mengurus kewenangan Aceh sebagaimana disepakati di MoU Helsinki dan UUPA. Poin ini sama pentingnya dengan poin-poin kewenangan lainnya dalam UUPA,” kata senator yang dekat dengan ulama di Aceh ini.