JAKARTA — Menteri BUMN Erick Thohir berencana membubarkan 7 perusahaan pelat merah. Langkah itu salah satunya dilakukan demi memberikan kepastian kepada para pegawai BUMN tersebut.
Salah satu BUMN yang akan dibubarkan adalah PT Kertas Kraft Aceh (Persero) atau KKA. Kebetulan, di masa lalu Presiden Joko Widodo pernah bekerja di perusahaan yang berada di Bener Meriah tersebut.
Lantas bagaimana kinerja perusahaan ini sebelum Erick Thohir mengeluarkan rencana pembubaran?
Sebagai informasi, KKA didirikan pada 1983 dan disusul pembangunannya pada 1985 dengan nilai investasi mencapai US$424,7 juta. Pabrik ini mulai beroperasi pada 1989 dan memulai produksi komersial setahun kemudian.
Perusahaan ini berstatus sebagai BUMN karena 96,67 persen sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Sementara 3,33 persen lainnya dimiliki oleh PT Alas Helau pabrik milik Prabowo Subianto.
Difungsikan sebagai produsen kertas kantong semen, pemerintah mengandalkan perusahaan ini untuk menciptakan swasembada kertas kantong dalam negeri.
Pabriknya berlokasi di zona industri Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.
Namun masalah mulai muncul di kala pasokan bahan baku terhenti. Akibat masalah itu, operasional perusahaan mengalami masalah pada 2007 lalu.
Sebelum akan dilikuidasi oleh Erick Thohir, Menteri BUMN sebelumnya Dahlan Iskan sempat berusaha untuk menghidupkan kembali KKA. Ia pun pernah mengaku mendapat solusi atas masalah perusahaan tersebut yakni tidak tersedianya bahan baku kertas.
“KKA akan dihidupkan kalau bahan bakunya tersedia,” kata Dahlan Iskan, dikutip CNNIndonesia pada September 2012.
Menurutnya saat itu, izin kepemilikan lahan hutan untuk bahan baku operasional KKA dimiliki oleh Prabowo Subianto dan Inhutani IV. Ia menilai Prabowo sudah merelakan haknya atas HTI lahan tersebut kepada Inhutani IV agar dapat memasok bahan baku ke KKA.
Izin lahan HTI yang merupakan hutan tanaman seluas 60 ribu hektar sempat bermasalah karena belum ada rancangan tata ruang. Sehingga lahan tersebut sebagian dimiliki Inhutani IV dan sebagian besar lainnya dimiliki Prabowo.
Awalnya KKA menjalani sejumlah program penyehatan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). PPA diberikan dana talangan sebesar Rp 51,34 miliar dan pinjaman dana restrukturisasi Rp 141,61 miliar. Namun masih belum ada kejelasan hingga saat ini.
Dalam rangka menutup kerugian sebesar Rp 354 miliar akibat operasional yang terhenti, KKA pernah menjalankan bisnis pembangkit listrik. Pada 2015, total aset perusahaan tersisa Rp669 miliar dengan total kewajiban Rp 1,44 triliun. (IA)
