BANDA ACEH – Pemerintah Aceh diminta tidak perlu euforia dengan keputusan Menteri ESDM yang menyetujui alih kelola pengelolaan minyak dan gas (migas) di Blok North Sumatera B (NSB) atau sering disebut Blok B di Aceh Utara dari tangan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) kepada PT Pembangunan Aceh (PEMA).
Karena masih ada persoalan yang lebih nyata dan perlu turun tangan segera Pemerintah Aceh serta Kementerian ESDM sebagai perwakilan Pemerintah, yaitu persoalan lapangan Rantau (Aceh Tamiang) dan Peureulak (Aceh Timur) yang hingga saat ini masih terus dikuasai oleh Pertamina EP di bawah kendali SKK MIGAS
Hal itu disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Iskandar Usman Al-Farlaky dalam keterangannya di Banda Aceh, Jum’at (9/7).
Dikatakannya, sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Hulu Migas di Aceh, wilayah Kewenangan Aceh itu meliputi darat hingga 12 mil laut dari pantai terluar. Namun hingga saat ini, belum ada peralihan dari SKK MIGAS kepada BPMA terhadap lapangan-lapangan minyak dan gas bumi yang ada di wilayah kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur.
Alhasil, terang politisi muda Partai Aceh ini, Aceh tidak punya kewenangan sama sekali terhadap 3 lapangan tersebut.
“Ini nyata-nyata melanggar PP Nomor 23/2005 sehingga akan menimbulkan kesan bahwa Pemerintah tidak sepenuh hati melakukan implementasi terhadap kewenangan Aceh,” ujarnya.
Katanya lagi, di sisi lain terkesan Pemerintah Aceh juga tidak melakukan lobi-lobi yang strategis untuk melakukan peralihan kewenangan tersebut.
Pihaknya selaku perwakilan rakyat di DPR Aceh meminta dengan tegas agar Pemerintah Aceh dan Kementerian ESDM segera melakukan pengalihan kewenangan tersebut.
Sehingga BPMA sebagai lembaga yang sah untuk melakukan pengendalian di wilayah tersebut dapat bekerja dengan segera sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2015. (IA)