Revisi Qanun LKS Untuk Kembalikan Bank Konvensional Melanggar UUPA
“Kita akui bahwa sistem Bank Syariah Indonesia masih lemah dan sebagaimana masyarakat Aceh mengetahui beberapa hari ke belakang telah terjadi error jaringan yang berdampak adanya kendala terhadap pelayanan nasabah, hal ini tentu bukan Qanun LKS-nya yang bermasalah, tetapi adalah pelayanan Bank BSI yang masih perlu kita benahi,” sebutnya.
Lagi pula bank syariah di Aceh bukan hanya BSI, ada juga Bank Aceh Syariah, BCA Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank BTPN Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia dan banyak bank-bank lainnya yang beroperasi di Aceh telah menerapkan prinsip syariah.
Jika memang adanya nasabah yang dirugikan atas error-nya jaringan Bank BSI dapat saja mempertanyakan kerugian tersebut kepada Bank BSI, atau melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan dapat saja menggunakan mekanisme hukum yang ada, misalnya melakukan gugatan class action untuk meminta ganti kerugian.
“Dan jika ada penerapan prinsip hukum bank syariah yang masih bertolak belakang dengan fiqih dan ajaran Islam, maka mari bersama-sama kita luruskan dengan para ulama kita, Akademisi, OJK dan Dewan Syariah Nasional, dan Dewan Syariah Aceh,” tegasnya.
Penerapan bank syariah telah lama dan diatur secara nasional melalui UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan seharusnya penerapan Qanun LKS harus menjadi tool of social welfare (alat untuk mensejahterakan) bukan malah untuk dihapus dan ditiadakan.
“Merubah atau menghapus Qanun LKS sama saja kita menghapus Pasal 126 UUPA,” pungkas Zulmahdi Hasan. (IA)