RUU Migas Mandek Bertahun-tahun, Anggota DPR Gerindra Ramson Siagian Dorong Inisiasi dari Pemerintah
JAKARTA, Infoaceh.net – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) yang tak kunjung rampung sejak 2014-2019 menjadi sorotan. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian, menyampaikan pandangan konstruktifnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para pakar dan organisasi migas, mendorong agar inisiatif penyusunan RUU Migas kali ini berasal dari pemerintah.
Ramson menilai langkah ini krusial untuk memastikan regulasi yang dihasilkan benar-benar sejalan dengan visi pembangunan nasional. “RUU Migas ini dibahas sejak periode 2014–2019, tapi tidak kunjung selesai. Bahkan banyak dari kita, termasuk saya, sudah terlibat sejak dulu,” ujarnya.
Ia mencermati bahwa proses pembahasan RUU Migas selama ini belum menyentuh hal-hal teknis secara mendalam. Masukan dari berbagai pihak seringkali masih bersifat retoris dan teoretis, belum menukik ke substansi pasal demi pasal yang konkret.
Menurut Ramson, keterlibatan aktif pemerintah dalam menginisiasi RUU Migas akan memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan. Hal ini penting untuk mewujudkan regulasi yang selaras dengan kebutuhan riil di lapangan, termasuk target strategis swasembada energi yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Kalau usulnya dari pemerintah, semua kekuatan bisa bersinergi. Pemerintah punya target, seperti swasembada energi. Maka regulasi harus disusun sesuai dengan kebutuhan dan realitas di lapangan,” tegas Ramson.
Ia juga mengingatkan perlunya kehati-hatian agar pembahasan RUU Migas tidak kembali stagnan seperti periode sebelumnya. Inisiatif dari pemerintah dinilai menjadi opsi yang lebih efektif untuk menghindari kemandekan.
Ramson turut menyoroti tren penurunan angka produksi minyak nasional sejak disahkannya UU Migas tahun 2001. Ia mencatat lifting minyak Indonesia yang dahulu mencapai satu juta barel per hari, kini berada di angka sekitar 600 ribu barel per hari. “Pertanyaannya, apakah ini karena kerangka regulasi kita yang salah? Atau ada sebab lain? Tapi yang jelas, realitasnya produksi kita menurun tajam,” katanya.