Selama ini, mereka telah memiliki pengalaman dalam pembangunan dan pengoperasian galangan kapal di beberapa negara.
“Batam sudah terlalu padat. Sabang bisa menjadi alternatif baru. Kapal-kapal dari India, Sri Lanka, dan sekitarnya bisa melakukan doking di Sabang tanpa harus ke Batam atau Singapura, karena jaraknya lebih dekat,” jelas Ismail.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, mereka membutuhkan lahan sekitar 20 hektare dengan lebar fasilitas shipyard mencapai 60 meter. Selain itu, mereka juga menyatakan ketertarikan terhadap skema ship to ship transfer (STS), yang saat ini semakin dibutuhkan di dunia pelayaran internasional.
“Saat ini fasilitas STS di Singapura sudah overcapacity. Sabang bisa menjadi alternatif, khususnya untuk kapal-kapal tanker BBM dari India yang bisa langsung dilayani di sini tanpa harus ke Malaysia atau Singapura,” tambahnya.
Tidak hanya itu, para calon investor juga melihat peluang pengembangan industri berbasis minyak sawit (palm oil), yang selama ini terpusat di Belawan. Mereka tengah mempelajari kemungkinan pengembangan produk turunan seperti Fatty Acid Methyl Ester (FAME) bahan baku biodiesel yang semakin banyak diminati sebagai bahan bakar alternatif.
“Permintaan FAME saat ini cukup tinggi, terutama dari kawasan Asia Selatan seperti India. Ini bisa menjadi peluang strategis bagi Sabang sebagai pusat pengolahan dan distribusi,” sebut salah satu perwakilan perusahaan.
Pertemuan kali ini merupakan pertemuan lanjutan setelah melakukan pertemuan sebelumnya yang berlangsung di Banda Aceh.
Iskandar menyampaikan bahwa posisi geografis Sabang yang strategis di jalur pelayaran internasional Selat Malaka salah satu jalur tersibuk di dunia menjadikan kawasan ini sangat potensial sebagai logistics hub dan pusat transhipment antara Asia Tenggara dan Asia Selatan.
“Sabang memiliki potensi besar dalam sektor perikanan seperti Tuna, Cakalang, serta produk laut lainnya. Kami juga membuka peluang pengembangan dermaga, gudang, cold storage, dan kawasan industri ringan,” ujar Iskandar.