Tamatan SMP Lebih Gampang Dapat Kerja daripada Sarjana di Korea Selatan
Infoaceh.net – Selama bertahun-tahun, gelar sarjana kerap dianggap sebagai jaminan masa depan cerah, terutama di negara maju seperti Korea Selatan. Namun, narasi itu kini mulai runtuh dengan fakta yang mencengangkan: jumlah lulusan universitas yang menganggur di Korea Selatan kini melampaui mereka yang hanya berijazah SMP.
Laporan terbaru dari Statistik Korea pada 22 Juli 2025 mengungkapkan adanya 3,048 juta warga berusia 15 tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan universitas (empat tahun atau lebih), namun saat ini tidak bekerja dan tidak pula mencari pekerjaan. Angka ini telah melampaui 3,03 juta penganggur lulusan SMP. Padahal, sepuluh tahun lalu, selisih antara kedua kelompok ini masih lebih dari satu juta dan berpihak pada lulusan universitas.
Fenomena ini bukan sekadar angka statistik, melainkan sinyal keras bahwa dunia kerja di Korea Selatan sedang menghadapi krisis struktural. Ketidaksesuaian antara jumlah lulusan perguruan tinggi dan ketersediaan lapangan kerja menciptakan jurang ketimpangan baru yang bisa berdampak luas, baik secara sosial maupun ekonomi, demikian dilansir dari The Straits Times, Senin (28/7/2025).
Salah satu jawabannya terletak pada ketidakseimbangan antara sistem pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Korea Selatan memang memiliki tingkat partisipasi perguruan tinggi yang sangat tinggi di dunia. Sayangnya, laju pertumbuhan lapangan kerja tidak mampu mengimbangi peningkatan jumlah lulusan sarjana.
Banyak lulusan muda di sana kini terjebak dalam “masa tunggu”. Sebagian besar sibuk mempersiapkan ujian pegawai negeri, sebagian lain menargetkan perusahaan besar yang terkenal sangat selektif, sementara sisanya memilih keluar dari pasar kerja sama sekali. Mereka inilah yang diklasifikasikan sebagai “non-ekonomis aktif”, yaitu kelompok yang tidak bekerja dan tidak sedang mencari pekerjaan.
Masalah ini diperparah dengan kondisi rekrutmen yang semakin ketat. Survei Federasi Perusahaan Korea (Korea Enterprises Federation) tahun 2025 menunjukkan, hanya 60,8 persen perusahaan besar yang berencana merekrut pegawai baru tahun ini, angka terendah sejak 2022.
Lulusan universitas cenderung membidik sektor-sektor bernilai tinggi seperti teknologi dan keuangan. Namun, pertumbuhan di sektor-sektor tersebut sedang melambat, mengakibatkan banyak posisi entry-level hilang dan membuat lulusan baru terjebak dalam ketidakpastian.
Harapan untuk mengalihkan tenaga kerja ke sektor jasa juga tidak banyak membuahkan hasil. Laporan Bank of Korea (BOK) pada Juli 2025 mencatat bahwa produktivitas sektor jasa domestik (termasuk teknologi informasi dan ritel) hanya mencapai 39,7 persen dari sektor manufaktur, angka yang tidak banyak berubah dalam dua dekade terakhir. Jika dibandingkan dengan negara lain, produktivitas sektor jasa Korea hanya mencapai indeks 51,1 jika Amerika Serikat dijadikan standar 100, tertinggal dari rata-rata negara OECD (59,9), Jerman (59,2), dan Jepang (56).
Kondisi ini mencerminkan realita ironis: masyarakat mendorong pendidikan setinggi mungkin, namun dunia kerja tak cukup siap menampung lulusan-lulusan tersebut. Tanpa reformasi menyeluruh di bidang ketenagakerjaan dan pendidikan, Korea Selatan berisiko melahirkan generasi terdidik yang frustrasi dan terpinggirkan.