Banda Aceh — Dalam beberapa hari belakangan sebagian kalangan di Aceh sedang euforia atas klaim keberhasilan Pemerintah Aceh mengambil alih hak kelola Wilayah Kerja (WK) Migas Blok NSB atau Blok B di Kabupaten Aceh Utara
Lapangan Migas yang berlokasi di Aceh Utara tersebut sebelumnya merupakan WK Migas yang dikelola oleh Exxon Mobil selama 40 tahun. Oktober 2015 lalu, hak kelola KKS Blok B kemudian dialihkan kepada pihak PT. Pertamina. Pertamina kemudian menunjuk anak perusahaannya PT. Pertamina Hulu Energy (PHE) sebagai pengelola sementara.
Kabarnya PHE sudah beberapa kali mengajukan KKS jangka panjang di Blok B. Namun terhalang oleh keinginan Pemerintah Aceh untuk dapat mengelola sendiri WK Blok B melalui Badan Usaha Milik Aceh (BUMA).
Kamis, 18 Juni 2020, Kepala Dinas ESDM Aceh, Ir. Mahdinur yang juga Ketua Tim Negosiasi Blok B mengklaim bahwa Menteri ESDM sudah setuju pengelolaan Blok B dialihkan dari PT. PHE kepada PT. Pembangunan Aceh (PT. PEMA).
Menurut Mahdinur, hal tersebut berdasarkan surat Menteri ESDM Arifin Tasrif yang ditujukan kepada Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). Namun sejauh ini Kepala BPMA, Teuku Muhammad Faisal belum mengeluarkan pernyataan apapun terkait klaim tersebut.
“Pada kesempatan pertama kita berikan apresiasi atas ikhtiar Pemerintah Aceh melalui Tim Negosiasi Blok B yang bekerja keras selama dua tahun ini agar Aceh bisa kelola sendiri WK Blok B melalui BUMA. Kita patut berterima kasih kepada Plt Gubernur, Kadis ESDM, PT. PEMA dan segenap stakeholder lainnya yang terlibat atas usaha tersebut. Semoga klaim ambil alih hak kelola Blok B merupakan sebuah fakta, buka sekedar retorika,” ujar
Koordinator Masyarakat Pengawal Otonomi Khusus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal, di Banda Aceh, Minggu (21/6).
Namun, kata Syakya, ada fenomena menarik di tengah euforia sebagian kalangan di lingkaran kekuasaan Pemerintah Aceh. Sebagian publik menyambut apatis bahkan cenderung sinis atas klaim hak kelola Blok B akan dialihkan kepada PT. PEMA.
Berbagai tanda tanya kemudian ikut menyeruak di ruang publik terkait klaim keberhasilan Pemerintah Aceh setelah 44 tahun tersebut.