Banda Aceh — Program Studi Teknik Mesin dan FKIP Fisika Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) mengembangkan teknologi pengecoran gravity casting untuk menghasilkan produk baling-baling boat menggunakan logam daur ulang.
Kebutuhan akan baling-baling kapal untuk boat nelayan dinilai sangat besar dan selama ini didatangkan dari luar Aceh. Hal ini berdampak pada kurang berkembangnya industri kecil di Aceh, khususnya industri pengecoran.
Pengembangan teknologi pengecoran gravity casting itu dilaksanakan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Unggulan Perguruan Tinggi (PPMUPT) 2020 yang didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia (Kemenristek /BRIN) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Unsyiah.
Pengembangan teknologi yang diketuai oleh Dr Akhyar ST MP MEng ini beranggotakan Prof Dr Ir Khairil MT, dan Drs Ahmad Farhan M.Si yang berasal dari Prodi Teknik Mesin dan Prodi FKIP Fisika.
Ketua PPMUPT 2020, Dr Akhyar ST MP MEng mengatakan, untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat yang berprofesi sebagai pengrajin logam, diperlukan teknologi terapan berupa pengecoran logam dalam peningkatan produksi baling-baling kapal dengan material logam kuningan.
“Dalam hal ini dibutuhkan peran serta pemerintah maupun institusi-institusi pendidikan (perguruan tinggi) khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian hasil-hasil riset dari perguruan tinggi maupun lembaga riset pemerintah diharapkan dapat diaplikasikan untuk pengembangan industri pengecoran logam lokal yang berbasis teknologi tepat guna, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari luar,” kata Akhyar, Kamis (5/11).
Berdasarkan kondisi tersebut kata Akhyar, Unsyiah mengembangkan teknologi gravity casting untuk mengembangkan program yang berkaitan dengan produk baling-baling kapal (boat) yang merupakan salah satu elemen dari alat transportasi air.
Pengecoran dengan teknik gravity casting ini sangat sesuai dengan kondisi industri kecil. Mekanismenya tidak membutuhkan keahlian khusus dalam pengoperasiannya.
“Untuk pengecoran digunakan logam hasil daur ulang yakni dari kuningan bekas,” sebutnya.
Untuk memproduksi baling-baling boat, ada beberapa metode pengecoran yang dapat diterapkan, diantaranya pressure casting, centrifugal casting, dan grafity casting. Jika dibandingkan dari kualitas hasil pengecoran, maka pressure casting dan centrifugal casting lebih baik dari gravity casting.
Namun, dalam penerapannya metode gravity casting lebih unggul dan murah dibandingkan dengan pressure casting dan centrifugal casting bila ditinjau dari segi investasi.
Program kerja PPMUPT ini, kata Akhyar, antara lain pembuatan dapur, pembuatan cetakan logam dan proses pengecoran itu sendiri. Bahan seperti plat dan batang stainless steel dipotong sesuai dengan gambar perancangannya. Selanjutnya dilakukan assembly/perakitan dengan pengelasan dan pembautan.
Pemasangan batu tahan api dan pasir silika mengelilingi ruang bakar sebelum semuanya ditutup dengan plat stainless.
Pembuatan ladel sebagai wadah penampung material logam kuningan bekas untuk ditempatkan di ruang bakar dan juga sebagai cawan tuang cairan logam kuningan bekas ke dalam cetakan logam.
Cetakan pengecoran baling-baling kapal berbahan baku kuningan bekas menggunakan cetakan logam berbahan baja karbon sedang.
“Tujuan penggunaan cetakan logam diharapkan dapat memproduksi baling-baling kapal dalam jumlah banyak dan dapat diproduksi berulang dengan dimensi/ukuran yang seragam,” terangnya. (IA)