Oleh karena, ia menyampaikan keinginan untuk mengirimkan pelajar ke Tatarstan atau mengundang para ahli untuk datang ke Aceh.
Menanggapi penyataan Wali Nanggroe, Ivan mengatakan di tahun 2021, Tatarstan memperingati 1.100 tahun datangnya Islam.
Di Tatarstan, sebut Ivan, ada lebih dari 5.000 objek heritage dan 3.000 di antaranya merupakan heritage arkeologi.
Untuk melindungi dan merestorasi heritage yang ada, Pemerintah Tatarstan membentuk sebuah komite. Selain itu, Tatarstan juga memiliki Institute Arkeologi yang memiliki sekitar 60 ahli di bidang masing-masing.
“Sama seperti di Aceh, kita juga memiliki masa-masa sulit, yaitu pada saat Soviet Union dan perang dunia kedua. Kita kehilangan banyak sekali heritage bersejarah,” cerita Ivan.
Untuk merestorasi situs-situs sejarah yang hancur, Pemerintah Tatarstan memberlakukan aturan ketat. Hanya perusahaan yang telah memiliki lisensi boleh melakukan kegiatan restorasi. “Sangat sulit untuk mendapatkan lisensi tersebut,” tegas Ivan.
Pemerintah Tatarstan telah banyak melakukan restorasi situs-situs bersejarah, seperti masjid, dan katedral. Ivan mengakui proyek restorasi bukan pekerjaan mudah, karena itu dibutuhkan banyak ahli dalam upaya tersebut.
“Karena itu kita punya sekolah khusus restorasi. Hanya ada sekitar 15 perusahaan yang memiliki lisensi restorasi. Tanpa lisens ini, mereka tidak bisa melakukan kegiatan restorasi,” tambah Ivan.
Terkait rencana pengiriman pelajar dari Aceh ke Tatarstan, hal itu kata Ivan sama sekali tidak tertutup kemungkinan. Terkait rencana untuk mendatangkan para ahli dari Tatarstan ke Aceh, ia mengapresiasi rencana tersebut.
“Ketika diundang kami akan datang. Harus direcanakan, dikumpulkan dokumen-dokumen terlebih dahulu,” saran Ivan.
Ivan menyampaikan terima kasih atas kunjungan delegasi Aceh yang dipimpin Wali Nanggroe ke negaranya. Ia mengaku senang mendengarkan pemaparan sejarah Aceh yang disampaikan Wali Nanggroe. Hal itu menjadi pengetahuan keilmuan baru baginya. (IA)