JANTHO — Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar, Rabu (5/1) menyerahkan tiga tersangka dan Barang Bukti kasus dugaan korupsi pekerjaan pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng Kecamatan Lhoong, Aceh Besar Tahun 2019, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam pelaksanaan proyek tersebut terdapat penyalahgunaan keuangan negara.
“Hari ini kita menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum,” Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar Deddi Maryadi SH dalam keterangannya, Rabu (5/1).
Tim penyidik Kejari Aceh Besar menyerahkan 3 orang tersangka dengan inisial MZ (55 tahun) sebagai KPA merangkap PPK, kemudian TH (39 tahun) sebagai PPTK, lalu YR (41 Thn) sebagai Kontraktor Pelaksana (Direktur PT Bina Yusta Alzuhri) ke JPU.
Selain itu juga diserahkan barang bukti yaitu sejumlah 159 dokumen terkait atas dugaan Penyalahgunaan Keuangan Negara dalam Pekerjaan Pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng Kecamatan Lhoong Tahun Anggaran 2019.
Pembangunan Jetty berada di bawah Dinas Pengairan Provinsi Aceh dengan nilai kontrak pembangunan Jetty sampai selesai pelaksanaan sebesar Rp. 13.353.329.000.
Sebagaimana Laporan Hasil Audit perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, pekerjaan proyek ini telah menyebabkan terjadi kerugian negara sebesar Rp. 2.317.222.789.
Oleh karena itu, ungkap Deddi Maryadi, perbuatan para tersangka melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sebelumnya Tim Penyidik Kejari Aceh Besar telah memeriksa 57 orang saksi dan 3 orang ahli yang terdiri atas unsur Dinas Pengairan maupun pihak swasta yang terkait dalam kegiatan Pembangunaan Jetty Kuala Krueng Pudeng, Lhong Tahun Anggaran 2019.
Tersangka membuat kekurangan volume pekerjaan
Kemudian Tim penyidik dapat menguraikan terkait modus operandi, para tersangka telah melakukan kecurangan (frund) yang dimulai sejak dalam proses perencanaan pengadaan, dimana tersangka MZ dan tersangka TH melakukan manipulasi terhadap data-data yang dibuat seolah-olah dan seakan-akan bahwa data-data tersebut ada dan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan.
“Namun berdasarkan fakta yang ada tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan,
sehingga dokumen yang dipakai untuk perencanaan kegiatan adalah dokumen yang dibuat tidak sebenarnya.
Selanjutnya Tim penyidik merincikan bahwa ketika dalam proses pelaksanaan kegiatan dengan dokumen dan data yang dibuat tidak benar, Jadi tersangka YS dan TH telah membuat kekurangan volume
pekerjaan batu lebih >1000 kg/unit. Artinya terjadi kekurangan sebesar 3.518,55 m3.
Sedangkan untuk batu <250kg/unit, terjadi kekurangan sebesar 2.916,44 m3, sehingga terdapat selisih kelebihan pembayaran yaitu sebesar Rp. 2.317.222.789.
“Karena selisih nilai kontrak dengan nilai riil tersebut didapat oleh para tersangka dengan perbuatan- perbuatan secara
melawan hukum,” tuturnya.
Maka selisih tersebut, tidak dapat dikategorikan sebagai keuntungan bagi pihak penyedia jasa melainkan adalah suatu kerugian keuangan negara. (IA)